Thursday 28 April 2016

BISNIS ONLINE SYARIAH

BISNIS merupakan salah satu dari sekian jalan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Artinya Allah SWT telah memberikan arahan bagi hamba- Nya untuk melakukan bisnis. Dalam Islam sendiri terdapat aturan maupun etika dalam melakukan bisnis. Kita sudah diberikan contoh riil oleh Rasulullah SAW.
Bagaimana beliau melakukan bisnis dengan cara berdagang. Bahkan hal tersebut telah dilakukannya dari kecil ketika diajak pamannya Abu Thalib untuk berdagang ke Syam. Ketika seorang saudagar wanita kaya, yakni Siti Khadijah ra mempercayai beliau untuk menjual dagangannya kepasar. Maka, Rasulullah SAW pun melaksanakannya dengan kejujuran dan kesungguhan.
Dalam pandangan Islam terdapat aturan ataupun etika yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mau melakukan bisnis apalagi dia adalah seorang mukmin. Seorang mukmin dalam berbisnis jangan sampai melakukan tindakan – tindakan yang bertentangan dengan syariat. Rasulullah SAW banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:
Pertama, bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah SAW sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani).
Kedua, dalam Islam tidak hanya mengejar keuntungan saja (profit oriented) tapi, juga harus memperhatikan sikap ta’awun (tolong menolong) diantara kita sebagai implikasi sosial bisnis.
Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad SAW sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi SAW bersabda:
“Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah.”
Dalam hadis riwayat Abu Dzar, Rasulullah SAW mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah SWT tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim).
Keempat, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu,” (QS. 4: 29).
Kelima, bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman,” (QS. al-Baqarah: 278).
Dan masih banyak lagi etika ataupun petunjuk bisnis dalam Islam. Semua yang disebutkan diatas harus benar -benar dilakukan agar apa yang kita lakukan mendapat ridho- Nya.
Selain kita berhubungan dengan manusia yang lain (hablum minannas) kita juga harus menjalin hubungan dengan Sang Khaliq (hablum minallah), sehingga dalam setiap tindakan kita merasa ada yang mengawasi yakni Allah SWT. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena bisnis dalam Islam tidak semata-mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas.
Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan sebab, bisnis yang merupakan simbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akhirat.
Artinya, jika orientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Allah SWT), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang dibisniskan (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat.
Jika sekiranya kaum muslimin mengetahui dan memahami apa saja yang harus ada pada pribadi pembisnis yang sesuai dengan dustur yang telah ada ( Al- Qur’an dan Al- hadits), maka niscaya akan tercipta suasana yang harmonis serta akan terjalin ukhuwwah Islamiyah diantara kita. Dan hanya kepada- Nya lah semua urusan dikembalikan. 
Kemajuan teknologi informasi telah memanjakan umat manusia. Berbagai hal yang dahulu seakan mustahil dilakukan, kini dengan mudah terlaksana. Dahulu, praktik perdagangan banyak dibatasi waktu, tempat, ruang, dan lainnya. Namun kini batasan-batasan itu dapat dilampaui. Keterbatasan ruang tidak lagi menjadi soal, sebagaimana perbedaan waktu tidak lagi menghambat Anda untuk menjalankan berbagai perniagaan. Dengan demikian, secara logis kapasitas perniagaan Anda dan juga hasilnya semakin berlipat ganda.

Di antara kemajuan teknologi informatika yang banyak membantu perdagangan ialah internet. Dengan memanfaatkan jaringan online, Anda dapat memasarkan barang sebanyak mungkin, dan mendapatkan konsumen sebanyak mungkin pula.
Walau demikian, bukan berarti Anda bebas menjalankan perniagaan sesuka hati. Berbagai batasan yang berlaku dalam syariat tetap harus Anda indahkan, agar perniagaan online Anda sejalan dengan syariat Allah ‘Azza wa Jalla. Karena itu, saya mengajak Anda untuk mengenal berbagai batasan dalam berniaga secara online.


Pertama, Produk Anda Halal
Kewajiban menjaga hukum halal-haram dalam objek perniagaan tetap berlaku, termasuk dalam perniagaan secara online, mengingat Islam mengharamkan hasil perniagaan barang atau layanan jasa yang haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadis: “Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (HR Ahmad, dan lainnya).
Boleh jadi ketika berniaga secara online, rasa sungkan atau segan kepada orang lain sirna atau berkurang. Tapi Anda pasti menyadari bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tetap mencatat halal atau haram perniagaan Anda.
Kedua, Kejelasan Status Anda
Di antara poin penting yang harus Anda perhatikan dalam setiap perniagaan adalah kejelasan status Anda. Apakah sebagai pemilik, atau paling kurang sebagai perwakilan dari pemilik barang, sehingga berwenang menjual barang. Ataukah Anda hanya menawaran jasa pengadaan barang, dan atas jasa ini Anda mensyaratkan imbalan tertentu. Ataukah sekadar seorang pedagang yang tidak memiliki barang namun bisa mendatangkan barang yang Anda tawarkan.
Berikut ini saya sarikan hukum berdagang secara online pada masing-masing kemungkinan kasus di atas.
1. Sebagai pemilik barang atau perwakilannya (agen/distributor resmi).
Secara prinsip, pada posisi ini, Anda boleh menjual barang secara offline atau online, sebagaimana Anda juga dibenarkan untuk menjualnya secara tunai atau secara kredit dengan harga yang Anda tentukan atau sesuai kesepakatan.
2. Sebagai pemberi layanan pengadaan barang.
Karena Anda memiliki relasi yang luas atau kemampuan pengadaan barang yang memadai, mungkin Anda menawarkan jasa ke orang lain untuk pengadaan barang yang mereka butuhkan. Dan bila alternatif ini yang Anda jalankan, dan atasnya Anda meminta imbalan, secara prinsip imbalan tersebut halal, asalkan nominalnya jelas dan disepakati pada sejak awal akad. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kaum Muslimin senantiasa memenuhi persyaratan mereka.”  (HR.  Abu Dawud, Hakim, Baihaqi, dan lainnya)
Misal, Anda menjadi supplier restoran tertentu untuk kebutuhan barang tertentu. Anda berhak mendapat upah dari restoran tersebut.
3. Sebagai pedagang yang tidak memiliki barang dan juga bukan sebagai perwakilan.
Bila yang Anda lakukan hanya sebatas memasang gambar barang atau kriteria barang, dan bukan sebagai pemilik atau perwakilannya, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi:
a. Anda mensyaratkan pembayaran secara tunai kepada setiap calon pembeli. Dengan demikian, calon pembeli melakukan pembayaran lunas tanpa ada yang terutang sedikit pun atas setiap barang yang ia pesan. Dengan metode ini Anda melakukan perniagaan dengan skema akad salam. Metode ini dibenarkan secara syariat walaupun pada saat transaksi Anda tidak memiliki barang. Dan syaratnya sekali lagi, Anda harus menerima uang dari pembeli secara tunai.
Muhammad bin Abil Mujalid mengisahkan: “Pada suatu hari aku diutus oleh Abdullah bin Syaddad dan Abu Burdah untuk bertanya kepada sahabat Abdullah bin Aufa. Mereka berdua berpesan: bertanyalah kepadanya, apakah dahulu sahabat Nabi semasa hidup Nabi memesan gandum dengan pembayaran lunas di muka? Ketika sahabat Abdullah ditanya demikian, beliau menjawab: Dahulu kami memesan gandum, sya’ir (satu jenis gandum dengan mutu rendah), dan minyak zaitun dalam takaran, dan tempo penyerahan yang disepakati dari para pedagang Negeri Syam. Muhammad bin Abil Mujalid kembali bertanya: Apakah kalian memesan langsung dari para pemilik ladang? Abdullah bin Aufa kembali menjawab: Kami tidak bertanya kepada mereka, tentang hal itu.” (HR. Al-Bukhari)
b. Anda tidak menerima pembayaran tunai atau hanya menerima uang muka.
Salah satu cirikhas perniagaan secara online adalah barang yang menjadi objek transaksi hanya bisa serah terima selang beberapa waktu. serah terima secara fisik barang secara langsung dalam jual beli online adalah suatu hal yang mustahil dapat dilakukan. Dalam kondisi ini, dalam melakukan transaksi sama-sama terutang. Sementara secara hokum transaksi ini termasuk transaksi bermasalah.
Imam Ahmad bin Hambal berkata :”Tidak ada hadis sahih satupun tentang larangan menjual piutang dengan piutang,akan tetapi kesepakatan ulama telah bulat bahwa tidak boleh memperjualbelikan piutang dengan piutang.” Ungkapan senada juga diutarakan oleh Ibnul Munzir (at-Talkhis al Habir oleh Ibnu Hajar al-Asqalany 3:406 dan Irwa’ul Ghalil oleh al-Albani 5:220-222) landasan yang lain tentang transaksi salam adalah
“ Hai orang-orang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secar tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (QS. Al Baqarah:282)
 “ Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)
Karena itu agar anda tidak terjerumus dalam akad jual-beli utang,maka lawan transaksi harus melakukan pembayaran secara tunai,shingga sekema jual beli yang anda lakukan menjadi transaksi salam. Apa itu transaksi salam ?
Transaksi salam adalah pembelian barang dengan penyerahan (dilevery) yang ditangguhkan sedangkan dengan pembayaran dilakukan diawal dengan syarat-syarat tertentu sebagai berikut
  • Spesifikasi dan harga barang telah disepakati diawal akad (transaksi jual beli online)
  • Telah disepakatinya barang pesanan oleh penjual dan pembeli,harus diketahui secara jelas jenis,macam,kualitas dan kuantitas barang yang diperjualbelikan secara online. Bila barang yang diperjualbelikan ternyata cacat maka penjual harus bertangung jawab penuh terhadap barang yang telah disepakati bersama
  • Ketentuan tentang pembayaran
1.  Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentknya, baik berupa uang, barang atau manfaat.
2.  Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3.  Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

·         Ketentuan tentang barang
1.   Harus jelas cirri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang
2.   Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3.   Penyerahannya dialakukan kemudian.
4.   Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5.   Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6.   Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
Ketiga,adalah kejujuran
Berniaga secara online walaupun memilikibanyak keunggulan dan kemudahan namun mukan berarti tanpa masalah. Berbagai masalah dapat saja muncul terutama tingkat amanah kedua belah pihak. Jadi diperlukan sikap jujur dari keua belah pihak

Daftar pustaka
https://konsultasisyariah.com/13756-halal-haram-bisnis-online.html
https://senyummu13.wordpress.com/2012/03/26/akuntansi-transaksi-salam/