Wednesday 11 March 2015

Kewirausahaan Spirit Muslim



Kewirausahaan Spirit “Muslim”
Salah satu Asmaul Husna Allah SWT adalah Ar Razzaq (Yang Maha  Pemberi Rizki). Kata rizq, menurut M. Dawam Rahardjo dalam ulasan  Ensiklopedisnya tentang rizq, dengan segala variasinya, disebut Al-Qur’an  sebanyak 112 kali dalam 41 surat. Digabungkan dengan diktrin-doktrin  Islam yang  lain  (amal,  ma’isyah,  tijarah,  barakah,  shadakah,  sharikah,  dan bahkan riba), konsep rizq berkaitan erat dengan konsep “kerja keras”  dan “tak kenal menyerah”.  Dialah Allah SWT yang menentukan rizki bagi  hambaNya. Jadi rizki itu datang atau hilang, semuanya atas kehendaknya,  bukan karena yang lainnya.
Maka dari itu, sebenarnya tidak ada istilah  kesialan atau “bernasib sedang mujur” pada diri seseorang. Karena Dia  memberi  rizki  kepada  siapa yang  dikehendaki  atau  mencabutnya  atas  kehendak-Nya pula.  Namun Allah SWT tidak begitu saja memberikannya kepada hamba  tanpa  adanya  sebab  yang  mendatangkannya.  Walaupun  secara  asasi  manusia  telah  dijamin  kehidupannya  oleh  Allah  SWT,  baik  diminta  atau tidak, muslim maupun kafir. Misalnya jaminan tetap hidup dikala  tertimpa kelaparan, datangnya keselamatan dalam mara bahaya, kecuali  takdir menetukan lain. Dalam menerima kenikmatan (rizki) ini, manusia  diwajibkan  bersyukur  kepada-Nya,  namun  jika  ingkar,  maka azab-Nya  itu sangat pedih (QS. Ibrahim, 14: 7).
 Islam  telah  memberikan  jalan  untuk  membuka  pintu-pintu  rizki  itu,  yakni  dengan  memupuk  sifat,  ciri,  dan  watak  yang  harus  dimiliki  seseorang   mulim   untuk   diwujudkannya   dari   gagasan   inovatif   ke  dalam dunia  nyata  secara  kreatif atau  lebih dikenal  “mutiara  kegiatan  kewirausahaan”  (entrepreneurship).  Semangat  kerja  keras  ini  banyak  dikutip dalam pepatah pribahasa Arab yang mengatakan bahwa “langit  tidak menurunkan emas dan perak” (inna assama’ la tumtiru dhahaban  wa la fidhatan).  Demikian juga dalam pesan Rasulullah s.a.w.;   “…..Bekerjalah   bagi   duniamu   seakan-akan   kamu   akan   hidup  abadi….” Rasullullah  s.a.w.  di  tengah  kesempatan  lain  telah  menjelaskan  dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, yakni: “Sesungguhnya   Allah   SWT   telah   mewajibkan   kalian   berusaha  (melakukan  kegiatan  entrepreneurship:  dari  penulis),  maka  hendaklah  kalian berusaha.” (HR.Thabrani) Kewirausahaan  dalam  ajaran   Islam  adalah  suatu   kemampuan (ability) dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan  dasar,  sumberdaya,  tenaga  penggerak,  tujuan  siasat,  kiat,  dan  proses  dalam menghadapi tantangan hidup. 
Dalam ajaran Islam, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses kegiatan kewirausahaan (entrepreneurship), antara lain:
Pertama, Selalu berusaha. Menurut Murpy dan Peck dalam Buchari  Alma,  guna  mencapai  sukses  dalam  karir  seseorang,  harus  dimulai  dengan kerja keras, setelah itu diikuti dengan mencapai tujuan dengan  orang lain, penampilan yang baik, keyakinan diri, membuat keputusan,  pendidikan,  dorongan  ambisi,  dan  pintar  berkomunikasi.   Sekecil  apapun usaha harus tetap dilakukan, karena tidak akan ada buah tanpa  ada pohon yang ditanam. Dalam hal ini yang terpenting bukanlah adanya  pekerjaan tetap, tetapi tetap bekerja dan berusaha.
Kita bisa merenungkan firman Allah SWT ini, “Dia-lah Allah  SWT  yang  menjadikan  bumi  itu  mudah  bagi  kamu, maka  berjalanlah  di  segala  penjuru  dan  makanlah  sebagian  dari  rizki-Nya.  Dan  hanya  kepada-Nyalah  kamu  (kembali  setelah)  dibangkitkan” (QS. Al Mulk, 67: 15). Dengan aktivitas usaha tersebut, ada beberapa nilai hakiki penting  dari kewirausahaan, yaitu :
1.      Percaya diri  Self  Confidence  Kepercayaan diri adalah sikap dalam  keyakinan   seseorang   dalam   melaksanakan   dan   menyelesaikan tugas-tugasnya. Kepercayaan diri berpengaruh pada gagasan, karsa,  inisiatif,  kreativitas,  keberanian,  ketekunan,  semangat  kerja  keras,  kegairahan kerja.
2.      Berorientasi  pada  tugas  dan  proses ( Process  Oriented).  Berinisiatif adalah keinginan untuk selalu mencari dan memulai dengan tekan yang kuat. Dalam kewirausahaan, peluang hanya diperoleh apabila  ada inisiatif.
3.      Keberanian  mengambil  resiko  yang  tergantung  pada;  daya  tarik  setiap alternatif; persediaan untuk rugi; kemungkinan relatif untuk sukses atau gagal; kemampuan untuk mengambil resiko ditentukan oleh: (keyakinan diri, kesediaan untuk menggunakan kemampuan,dan kemampuan untuk menilai resiko).
4.      Kepemimpinan     (Leadership).     Kepemimpinan     kewirausahaan memiliki sifat-sifat (kepeloporan, keteladanan, tampil berbeda, lebih menonjol, mampu berfikir divergen dan konvergen serta berorientasi ke masa depan; adalah perspektif, selalu mencari peluang, tidak cepat puas dengan keberhasilan dan berpandangan jauh ke depan).
5.      Keorisinilan    kreativitas    dan    keinovasian;    kreativitas    adalah  kemampuan  untuk  berpikir  yang  baru  dan  berbeda,  keinovasian adalah kemampuan untuk bertindak yang baru dan berbeda. Tujuh langkah berpikir kreatif adalah :
a)      Persiapan  (preparation).  Persiapan  menyangkut  kesiapan  kita untuk  berpikir  kreatif.  Persiapan  berpikir  kreatif  dilakukan dalam  bentuk  pendidikan  formal,  pengalaman,  magang,  dan pengalaman belajar lainnya.
b)      Penyelidikan  (investigation).  Dalam  penyelidikan  diperlukan individu yang dapat mengembangkan suatu pemahaman tentang masalah atau keputusan.
c)      Transformasi   ( (transformation).   Ada   beberapa   cara   untuk meningkatkan kemampuan untuk mentransformasi informasi ke dalam ide-ide, yaitu:
1.      Evaluasi  bagian-bagian situasi beberapa saat;
2.      Susun   kembali  unsur-unsur  situasi  itu; 
3.  Sebelum  melihat satu pendekatan khusus terhadap situasi tertentu, ingat bahwa dengan beberapa pendekatan mungkin keberhasilan akan dicapai;
4.  Lawan  godaan yang membuat penilaian kita tergesa-gesa dalam memecahkan persoalan atau peluang.
d)     Penetasan   (incubation).  Untuk   mempertinggi  fase   inkubasi dalam  proses  berpikir  kreatif  dapat  dilakukan  dengan  cara: menjauhkan diri dari situasi; sediakan waktu untuk mengkhayal; rileks  dan  bermain  secara  teratur;  berkhayal  tentang  masalah  atau peluang.   
e)       Penerangan   (illumination).   Illuminasi   akan   muncul   pada  tahapan  inkubasi,  yaitu  ketika  ada  pemecahan  spontan  yang  menyebabkan adanya titik terang yang terus-menerus.
f)       Pengujian (verification). Menyangkut ketepatan ide-ide seakurat dan   semanfaat mungkin.
g)      Implementasi (implementation). Mentransformasikan ide-ide ke    dalam praktek bisnis.

Kedua,   Bertakwa.   Hal   ini   berarti   takut   kepada   Allah   SWT, mengamalkan perintah-Nya serta menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya sebagai upaya mendekatkan diri dengan Allah SWT. Sehingga rizki yang kita terima menjadi berkah dan bukan musibah. Sesungguhnya banyak  orang yang memiliki harta, jabatan, dan kekuasaan, yang mereka anggap sebagai  rizki,  akan  tetapi  hidupnya  justru  dikuasai  oleh  ketiganya  itu  dan jauh dari rasa bahagia sampai akhir hayatnya. Maka dari itu, rizki  tidak  selalu  identik  dengan  ketiganya.  Tetapi  sejauhmana  segala  yang  diperolehnya itu mampu menjadikan kebahagiaan dunia akhirat. Dalam hal ini Allah SWT berfirman, “…..dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki yang datangnya tanpa  disangka-sangka  “….”  Dan  barang  siapa  yang  bertakwa  kepada Allah,  niscaya  Dia  menjadikan  baginya  kemudahan  dalam  urusannya” (QS. Ath Talaq, 65: 2-4).
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman: “Jikalau  sekiranya  penduduk  negeri-negeri  beriman  dan  bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan berkah kepada mereka dari langit dan bumi; tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS.Al A’raf,7: 96).
Pengamalan konsep ketakwaan di atas memiliki 8 (delapan) macam karakteristik  dalam  kaitannya  dengan  kegiatan  kewirausahaan,  antara lain:
  1. Desire  for  responsibility;  memiliki  rasa  tanggungjawab  atas  usaha-usaha yang dilakukannya
  2. Preference  for  moderate  risk;  lebih  memilih  resiko  yang  moderat, selalu menghindari resiko
  3. Confidence in their ability to succes; percaya akan kemampuan dirinya untuk berhasil
  4. Desire  for  immediate  feedback;  selalu  menghendaki  umpan  balik segera
  5. High  level  of  energy;  memiliki  semangat  dan  kerja  keras  untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan
  6. Future  orientation berorientasi  ke  masa  depan,  perspektif  dan berwawasan jauh ke depan
  7. Skill at organizing memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan nilai tambah
  8. Value  of  achievement  over  wisdom;  selalu  menilai  prestasi  dengan sesuatu yang membawa kearifan.
Ketiga, Banyak beristighfar (meminta ampunan kepada Allah SWT). Dengan  beristighfar  berarti  menyadari  dosa  dan  kesalahan  ataupun kelalaian yang diperbuatnya. Rajin beristighfar akan melunakkan kerasnya hati dan membersihkan jiwa, sehingga akan menampilkan sikap berhati-hati dan penjagaan diri dari segala sifat-sifat kotor. Maka kemudian akan hadir dalam diri manusia segala sifat baiknya; jujur, amanah, santun, dan sebagainya.  Rahasia  apa  saja  dibalik  istighfar?  Wallahu  a’lam,  namun dampaknya  sungguh  luar  biasa,  yaitu  mendekatkan  diri  kepada  Allah SWT, dengan manusia dan dengan harta serta meraih kebahagiaan. Allah SWT  berfirman,
 “Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,  dan  membanyakan  harta  dan  anak-anakmu,  dan  mengadakan untukmu  kebun-kebun  dan  mengadakan  (pula  di  dalamnya)  untukmu sungai-sungai” (QS. Nuh, 71: 10-12).
Rasulullah SAW juga menyatakan dalam sebuah hadits,  “Barang   siapa   yang   membiasakan   istighfar,   maka   Allah   akan menjadikan   padanya   setiap   kegundahan   menjadi   kegembiraan,   dan setiap kesempitan akan diberikan jalan keluar, serta diberikan rizki yang datangya  tanpa  disangka-sangka”  (HR.  Abu  Dawud,  An  Nasai,  Ibnu Majah, Baihaqi dan Hakim).
Keempat,  Bertawakal.  Berikhtiar  sepenuh  kemampuan  kemudian menyerahkan  hasil  usahanya  kepada  Allah  SWT,  diiringi  dengan  doa, harapan,  dan  ketergantungan  penuh  kepada-Nya.  Sebab  hanya  atas kehendak Nya-lah segala sesuatu dapat terjadi.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menyatakan, “Dan  barang  siapa  bertawakkal  kepada  Allah,  niscaya  Allah  akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS. Ath Thalaq, 65: 3).
Demikian juga Rasulullah SAW menegaskan, “Jika   engkau   semua   bertawakkal   (berserah   diri)   kepada   Allah dengan  sebenar-benarnya,  niscaya Allah  akan  memberi  rizki  kepadamu sebagaimana  burung  yang  pada  pagi-pagi  keluar  dengan  perut  kosong dan  sore  harinya  kembali  dengan  perut  kenyang”  (HR.  Ahmad  dan Tarmidzi).
Kelima,  Berdo’a.  Doa  akan  menumbuhkan  harapan.  Hanya  orang yang  putus  asa  sajalah  yang  tidak  mau  berdoa.  Padahal  doa,  harapan ataupun  cita-cita  akan  mendorong  seseorang  menghasilkan  sesuatu. Doa adalah ruhnya ibadah. Berarti dengan rajin berdoa, maka hidup ini akan terbingkai dengan ibadah.  Allah SWT berfirman,  “Berdoalah kepada-Ku (Allah), niscaya Aku akan mengabulkannya” (QS. Al Mukmin, 40: 60).
Karena rizki adalah urusan Allah SWT, maka selayaknya kita berdoa, bermunajat  kepada  Nya agar  kiranya  Dia  berkenan  melapangkan rizki kepada kita. Rasulullah Saw juga sudah menegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tarmidzi dan Hakim, “Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir kecuali doa dan tiada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seseorang diharamkan rizki baginya disebabkan dosa yang diperbuatnya”. Hadits ini diperkuat oleh firman Allah SWT,  “Allah melapangkan rizki kepada siapa siapa saja yang dikehendaki Nya  di  antara  para  hamba  Nya.  Dan  Dia  (pula)  yang  menyempatkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Ankabut: 62).
Keenam,  Bermurah  hati  dan  gemar  berinfak.  Apa  saja  yang  kita infakkan akan diganti oleh Nya, bahkan dengan penggantian yang lebih, baik di dunia maupun di akhirat. Tidak ada sejarah yang membuktikan bahwa infak akan membawa kebangkrutan dan kesengsaraan. Sebaliknya sifat bakhil/kikir akan menghantarkan kepada kerugian.  Firman Allah SWT adalah secara jelas mengisyaratkannya,  “Dan   apa   saja   yang   engkau   nafkahkan,   maka   Allah   akan menggantinya. Dan Dia-lah sebaik-baik pemberi rizki” (QS. Saba’ : 39).  Rasulullah SAW juga menandaskan,  “Tiada  suatu  hari  di  mana  seorang  hamba  hidup  di  dalamnya (kekuasaannya) kecuali turun kepadanya dua malaikat. Maka berdoalah salah  satu  malaikat:  “Ya  Allah,  berikanlah  kecukupan  nafkah  sebagai pengganti terhadap apa yang ia infakan”. Sementara malaikat yang lain berdoa:  “Ya  Allah,  berikanlah  kepadanya  penjagaan-Mu  dari  segala kerusakan” (HR. Bukhari-Muslim).
Ketujuh, Bertahmid. Ungkapan syukur nikmat yang paling mudah adalah   dengan   membaca   hamdalah   (alhamdulillahirabbil’alamin), namun akan menjadi berat tatkala mengingkarinya. Orang yang gemar bersyukur  akan  membuatnya  lapang  dada.  Sebaliknya  orang  yang mengingkari nikmat (kufur nikmat), maka akan gemar menggerutu dan biasa  berkeluh  kesah.  Dari  sinilah  tampaknya  pintu  rizki  itu  menjadi tertutup, karena sudah terbiasa menutup dirinya sendiri dengan keluh kesah  yang  tidak  berkesudahan  itu.  Hendaknya  ucapan  hamdalah  ini menjadi kebiasaan kita sehari-hari. Cobalah kita renungkan, tatkala kita bertahmid dengan  memahami segala  keluasan  maknanya,  beban yang menghimpit kita akan terasa ringan, sesaknya dada akan terasa lapang, dan  kita  terjaga  dari  rasa  takabur  (sombong,  congkak,  angkuh)  yang menjadi pangkal kebinasaan.
DAFTAR PUSTAKA
Suyanto,  Spirit Kewirausahaan “Muslim”  Dalam Upaya Membangun  Kemandirian Umat .  Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, Vol.2, No.1, Juni  2013. (diakses dari internet 29/12/2014 jam 13.52)
Spirit Kewirausahaan “Muslim”  Dalam Upaya Membangun  Kemandirian Umat
Buchari Alma, Kewirausahaan, (Bandung: CV. Alfabeta, 2006)
Dawam   Rahardjo,   Ensiklopedi   Al-qur’an:   Tafsir   Sosial   Berdasarkan  Konsep-  Konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 1996.
Djatmiko Danuhadimejo, Wiraswasta dan Pembangunan. Bandung: CV.  Alfabeta, 1989.
Gain  Ascobat,  Indikator  Kualitas  Manusia  dan  Produktivitas.  Jakarta:  Majalah Prisma No. 9, 1994.
Geertz, Clifford, Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1973.
Hasibuan, Motivasi. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 1999.
 Maslow, Abraham H, Motivasi dan Kepribadian. Jakarta: Pustaka Binaman  Pressindo, 1984.
Modul STIE, Kewirausahaan. Yogyakarta: Tim Modul STIE, 2002.
Mubyarto, Etos Kerja dan Kohesi Sosial. Yogyakarta: P3PK UGM, 1992.
Nanih  Machendrawaty  &  Agus  A.  Safei,  Pengembangan  Masyarakat  Islam:  Dari  Ideologi,  Strategi  Sampai  Tradisi.  Bandung:  Remaja  Rosda Karya, 2001.
Siti  Fatimah,  Kewirausahaan  Bernafaskan  Islam.  Yogyakarta:  Jurnal  Fakultas Dakwah No. 05 Th. III, 2002.
 Soerjono  Soekanto,  Kamus  Sosiologi.  Jakarta:  Raja  Grafindo  Persada,  1993.
 The Liang Gie, Kamus Administrasi. Jakarta: Gunung Agung, 1973.
  Utsman  Najati,  Belajar  EQ  dan  SQ  dari  Sunnah  Nabi.  Jakarta:  hikmah  Press, 2002.
 Weber,  Max,  Etika  Protestan  dan  Semangat  Kapitalisme,  terj.  Yusuf  Priyosudiharjo. Yogyakarta: Pustaka Promotea, 2003.
 Zimmerer Thomas W,  Scarborough Norman, Enterpreneurship The New  Venture Formation. Prentice-Hall International, Inc., 1996.

No comments:

Post a Comment