Friday 13 May 2016

MENDAPATKAN MODAL BISNIS



Dalam sebuah binis tentunnya memerlukan sebuah modal untuk berjalannya dan kelancaran bisnis kita. Banyak cara dalam mendapatkan modal tersebut bisa melalui metode  menabung dari hasil usaha kita,meminjama dari kolega kita,meminjam dari bank. Tidak melulu dengan ketiga cara tersebut untuk mendapatkan modal usaha namun diartikel yang lain mungkin bisa ditemukan cara-cara lain dalam mendapatkan modal usaha. Dari ketiga metode itu dapat kita jabarkan sedikit diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Menabung dari hasil pekerjaan
Metode ini mungkin diperuntukan untuk yang sudah mempunyai pekerjaan,dalam memanfaatkan hasil dari pekerjaan kita tentunya semua hasil kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, paling tidak kita sisihkan untuk menabung sebagai bekal untuk modal usaha atau untuk kebutuhan lainnya. Menurut hemat penulis metode menyisihkan sebagian hasil pekerjaan merupakan hal yang patut dicoba dan hasilnya pun sangat bermanfaat untuk kebutuhan yang akan datang. Dari segi resiko tentunya cara ini sangat minim dari resiko,selain tidak terikat dari orang pribadi mapun badan usaha keuangan. Namun disisi lain hal yang perlu kita waspadai adalah adanya kebutuhan yang tidak terduga,ini merupakan masalah yang datangnya tidak kita prediksikan namun pasti ada dikemudian hari,hal ini yang perlu diwaspadai dan perlunya dana khusus yang perlu disisihkan dari harta kita. Dari segi nominal berapa sebaiknya yang perlu disihkan dari hasil pekerjaan kita?
Tentunya hal ini sangat diperlukan,dari segi matematika misalkan pendapatan kita adalah 100,kita bagi tiga dari sertus nanti akan ketemu angka 33,3 % . persentase tersebut kita peruntukan untuk memenuhi kebutuhan kita sehari hari dan juga kebutuhan social kita,baik untuk sedekah mauapun untuk kegiatan soasial lainnya, dan 33,3% yang lain mgkin kita bisa peruntukan untuk kebutuhann investasi maupun sebagai modal usaha. Persentase diatas adalah memperkirakan saja,namun jika pembaca memiliki hitung-hitungan yang lain tidaklah mengapa,penulis hanya sharing pengalaman.

2.      Meminjam dana dari kolega
Meminjaman dana dari kolega kita tentunya sangat diperlukan mengingat kita sebagai makhluk social pasti membutuhkan bantuan dari orang lain. Meminjamn dari kolega atau teman atau dapat dikatakan sebagai sahabat karib tentunya kita harus meiliki sebuah antisipasi dalam melakukan pinjaman,baik berupa bukti perjanjian atau akad yang dibuat antara kita dan kolega kita,seberapa lama kita mengenal teman kita,dan syarat-syarat lain yang diperjanjikan dengan teman kita,dalam hal ini perlu kita perhatikan secara seksama agar tidak menjadi masalah yang dapat merusak hubungan silaturahmi. Tentunya ini dapat merusak citra kita didalam dunia pergulan sehari-hari.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah saat meminjam dari kolega kita adalah tidak 100% semua modal usaha yang diperlukan dari hasil meminjam ini paling tidak 30 % -nya saja,hal ini untuk mengantisipasi jika kita tidak dapat melunasi pinjaman kita,selain itu sebelum meminjam kita petakan atau uraikan seberapa mampu kita melunasi pinjaman kita tersebut,tidak serta merta langsung meminjam tetapi harus ada perhitungan kita seberapa mampu kita dapat melunasi pinjaman kita tersebut. Kita juga perlu menyisihkan sedikit dari pendapatan kita untuk menabah dari kekurangan modal kita,jadi tidak 100% kita meminjam dari kolega atau sahabat kita
3.      Meminjam dari lembaga keuangan atau bank
Meminjam dari lembaga keuangan tentunya memliliki banyak resiko dan harus biasanya lembaga keuangan tersebut meminta jaminan dari akadnya. Meminjam dari lembaga keuangan tidak disarankan mengingat banyak syarat dan ketentuan yang diberikan. Kita memerlukan perhitungan yang benar benar matang untuk memnjaman dari lembaga keuangan atau bank tersebut.Dari hemat penulis dari ketiga cara diatas tentunya bajyak alternative lain yang bisa digunakan untuk mendapatkan modal dalam membuat suatau usaha. Meminjam dari lembaga keuangan ini sangat tidak kami sarankan namun semua itu kembali kepada masing-masing kita semua,bukan bermaksud untuk menghalang halangi seseorang untuk bertransaksi dengan lembaga keuangan.
Demikian uraian sedikit bagaimana cara kita mendapatkan modal usaha,semoga urain diatas dapat mendorong spirit kita untuk lebih bersemangat memnjadi seorangan pengusaha.

Tuesday 10 May 2016

Dzikir Tidak Hanya Lisan

Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Alloh Swt. Semoga Alloh Yang Maha Membalas setiap kebaikan, menjadikan kita orang-orang yang istiqomah dalam beramal sholeh. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw.
Saudaraku, yang paling utama dari dzikir itu adalah ingat kepada Alloh Swt. sejak dari niat kita di dalam hati. Sehingga dzikir adalah agar niat kita lurus hanya mengharap ridho Alloh Swt.
Alloh Swt. berfirman, “Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadat (kurban) ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Alloh)”. (QS. Al An’am [6] : 162-163)
Jadi, dzikir itu tidak hanya diucapkan, dilantunkan berulang-ulang secara lisan saja, tapi juga harus dimulai sejak getaran hati sehingga membuat niat kita senantiasa lurus lillaahita’ala. Karena Alloh tidak akan menerima amal kecuali yang niatnya karena Alloh Swt.
Dalam urusan keikhlasan dalam beramal misalnya, tidak begitu penting bahkan tidak perlulah keikhlasan itu diucapkan, “saya ikhlas kok!” Lakukan saja kebaikan dan biarkan urusan ikhlas itu menjadi kesibukan hati. Di dalam surat Al Ikhlas pun tidak ada kata atau kalimat “ikhlas”, justru isi dari surat ini meski suratnya pendek namun isinya adalah urusan yang sangat besar nan agung yaitu tauhiid.
Maka, orang yang ikhlas itu tidak lagi sibuk dengan penilaian manusia mengenai amalnya, ia hanya sibuk dengan satu hal yaitu bagaimana agar amalnya itu diterima oleh Alloh Swt.
Nah saudaraku, marilah kita senantiasa menghadirkan dzikir sejak dari hati kita, kemudian kita ucapkan dan kita hadirkan dalam amal perbuatan kita. Agar niat kita senantiasa terjaga hanya mengharap ridho Alloh Swt. Semoga setiap amal sholeh kita diterima oleh Alloh Swt. Aamiin yaa Robbal ‘aalamiin.[]
Oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.
Dikutip dari http://www.smstauhiid.com/dzikir-tidak-hanya-lisan/ jam 10:36 10-mei-2016

Mengundang Pertolongan Alloh Dengan Sholat

Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Alloh Swt. Semoga Alloh Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, menggolongkan kita sebagai hamba-Nya yang istiqomah memperbaiki diri. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw.
Alloh Swt. berfirman, “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan, sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al Baqoroh [2]: 45)
Sholat adalah dzikir yang paling sempurna. Sholat adalah dzikir yang menghadap kiblat. Sholat adalah dzikir yang menggunakan wudhu. Sholat adalah dzikir yang kumplit : takbir, tahmid, tasbih, tahlil. Dalam sholat ada Al Fathihah dan ayat-ayat lainnya dari Al Quran. Dalam sholat ada banyak rangkaian doa kepada Alloh Swt.
Oleh karena itu, barangsiapa yang ingin urusannya dibereskan oleh Alloh, perbaikilah sholatnya. Bermain-main dengan sholat berarti kita bermain-main dengan pertolongan Alloh.
Salah satu dari doa-doa yang terkandung di dalam sholat adalah, “Ihdinashshirootol mustaqiim (Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus)”. Kita memohon kepada Alloh petunjuk menuju jalan yang lurus, jalan keselamatan, jalan kebahagiaan yang sejati. Nah, setiap kali kita mengucapkan doa ini, baik kita sedang khusyu ataupun tidak, Alloh pasti mendengarnya. Tujuh belas kali dalam satu hari, yaitu dalam sholat fardhu, kita memanjatkan doa ini kepada Alloh.
Petunjuk Alloh adalah urusan yang sangat berharga. Hanya dengan petunjuk-Nya kita bisa mengarungi kehidupan di dunia ini dengan selamat. Hanya dengan pertunjuk-Nya pula kita bisa melewati setiap permasalah hidup seberat apapun, sehingga terang-benderang dengan jalan keluar.
Jika doa kita yang ulang-ulang ini dan pasti didengar oleh Alloh ini dikabulkan oleh Alloh, maka sungguh tiada yang akan bisa menyesatkan dan mencelakakan kita. InsyaaAlloh. Semoga Alloh Swt. senantiasa melimpahkan petunjuk-Nya kepada kita. Aamiin yaa Robbal ‘aalamiin.[]

Oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.
dikutip dari web: http://www.smstauhiid.com/mengundang-pertolongan-alloh-dengan-sholat/

7 WASIAT PEMBERSIH HATI

7 WASIAT PEMBERSIH HATI

7 WASIAT PEMBERSIH HATI
Berikut ini ada tujuh nasehat indah dari para ulama agar kita terhindar dari sifat sombong, suka meremehkan orang lain, dan sifat ujub, bangga diri serta merasa lebih baik dari orang lain.
1. Apabila kita berjumpa anak-anak, kita katakan dalam diri kita, anak ini lebih mulia dari saya karena ia belum dibebani dosa.
2. Apabila kita berjumpa orang yang usianya lebih muda dari kita, kita katakan dalam diri kita, orang ini lebih mulia dari saya karena tentu dosanya lebih sedikit dari saya.
3. Apabila kita berjumpa orang yang usianya lebih tua dari kita, kita katakan dalam diri kita, orang ini lebih mulia dari saya karena telah beribadah kepada Allah lebih lama dari saya.
4. Apabila kita berjumpa orang jahil, kita katakan dalam diri kita, orang ini lebih mulia dari saya karena ia berbuat dosa atas dasar kejahilan dan ketidakmengertiannya, sedangkan saya berbuat dosa dalam keadaan memiliki ilmu dan mengerti.
5. Apabila kita berjumpa orang alim, kita katakan dalam diri kita, orang ini lebih mulia dari saya karena didalam dadanya penuh ilmu.
6. Apabila kita berjumpa orang jahat, janganlah kita merasa lebih mulia darinya, akan tetapi kita katakan dalam diri kita, boleh jadi orang ini akan bertaubat di kemudian hari sehingga menjadi orang yang baik, sedangkan saya belum tahu bagaimana akhir kehidupan saya nanti.
7. Apabila kita bertemu orang kafir, kita katakan dalam diri kita, belum tentu orang ini kafir selamanya, boleh jadi ia mendapat hidayah dan kemudian masuk Islam.
Demikianlah tujuh nasehat indah dari para ulama, semoga Allah hindarkan kita dari sifat sombong, suka meremehkan orang lain, dan sifat ujub, bangga diri serta merasa lebih baik dari orang lain, aamiin.
Semoga bermanfaat.
Hamba Allah yang selalu berharap petunjuk, ampunan dan kasih sayangNya, juga selalu berdoa dan berharap mati husnul khotimah diatas Islam dan Sunnah
Abdullah Sholeh Hadrami
@AbdullahHadrami
sumber: http://www.kajianislam.net/2016/05/7-wasiat-pembersih-hati/

Wednesday 4 May 2016

ETIKA MENGAMBIL KEUTUNGAN YANG HALAL



Dalam sebuah perniagaan tentunya seorang pedagang menginginkan sebuah laba atau keuntungan yang sebesar-besarnya, lalu bagaimana hakikat keuntungan yang memberikan ketenangan bagi penjual dan rasa kepercayaan dari konsumen terhadap barang yang dibelinya ditetapkan dengan harga yang sesuai standar. Namun dimasa zaman modern ini penentuan harga tersebut jarang mendapat perhatian dari seorang pedagang yang menetapkan harga jual barangnya tanpa  mengikuti  ketetapan dari pemerintah,sehingga harga barang tersebut jika mengalami kenaikan sangat tinggi harga yang ditetapkan dan jika harga barang tersebut mengalami penurunan tidak ada batas atau standar batasan harga sehingga para pedagang mengalami kerugian. Jadi harus ada standar yang menentukan harga dalam pasar yang dilakukan pemerintah sehingga para pedagang tidak was was dalam melakukan transaksi.
Keuntungan dalam sebuah perniagaan merupakan sesuatu yang diharapkan oleh seorang pedagang, islam memberikan pedeman bagaimana syarat dalam mengambil keuntungan yang sesuai dengan Al Qur’an dan hadist,
Syarat mengambil keutungan Menurut imam mazhab yang empat keuntungan dalam transaksi jual beli tidaklah memiliki batasan tertentu, maka seorang padagang boleh mendapatkan keuntungan seberapa pun besarnya, asalkan memenuhi dua kriteria:
Pertama, keuntungan tersebut tidaklah didapatkan karena ‘menimbun’, yaitu seorang pedagang menimbun produk yang menjadi hajat kebutuhan masyarakat banyak, lalu dia jual kembali setelah harga mahal.
Perbuatan ini terlarang mengingat sebuah hadis yang ada dalam Shahih Muslim dari Ma’mar bin Abdillah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menimbun maka dia adalah pendosa.”
Oleh karena itu, jika banyak pedagang memborong suatu produk yang menjadi hajat hidup orang banyak, lalu para pedagang ini mengadakan kesepakatan untuk tidak menjual kembali barang tersebut kecuali dengan harga tertentu yang mahal sehingga banyak kesulitan untuk mendapatkan produk tersebut atau bahkan tidak mampu membelinya, maka ini adalah tindakan yang hukumnya adalah haram karena perbuatan ini merugikan orang lain.
Pendapat yang paling kuat mengenai larangan menimbun, tidak hanya berlaku pada bahan makanan pokok saja, namun semua produk yang menjadi hajat hidup orang banyak.
Kedua, tidak ada ghaban (selisih harga yang parah jika dibandingkan dengan harga normal). Yang dimaksud dengan ghaban dalam masalah ini sebagaimana pendapat Malikiyah dan Hanabilah adalah sebagai berikut:
Jika di pasaran sudah ada harga standar untuk suatu produk tertentu, lalu ada pedagang yang menjual produk tersebut dengan harga yang lebih tinggi dengan kenaikan harga sebanyak sepertiga dari harga seharusnya untuk produk tersebut, maka manakala seorang pembeli mengetahui bahwa harga pembelian produk tersebut kemahalan, dia memiliki hak khiyar, hak melanjutkan atau membatalkan transaksi. Sedangkan pedagang yang melakukannya tergolong berdosa.
 Lain halnya untuk produk yang tidak memiliki patokan harga tertentu, maka menjual dengan harga yang jauh lebih mahal hukumnya boleh. 
Ada beberapa hadits Rasulullah saw menunjukkan bolehnya mengambil laba hingga 100% dari modal. Misalnya hadits yang terdapat pada riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya (IV/376), Bukhari (Fathul Bari VI/632), Abu Dawud (no. 3384), Tirmidzi (no.1258), dan Ibnu Majah (no.2402) dari penuturan Urwah Ibnul Jad al-Bariqi ra.
Sahabat Urwah diberi uang satu dinar oleh Rasulullah saw untuk membeli seekor kambing.Kemudian ia membeli dua ekor kambing dengan harga satu dinar. Ketika ia menuntun kedua ekor kambing itu, tiba-tiba seorang lelaki menghampirinya dan menawar kambing tersebut. Maka ia menjual seekor dengan harga satu dinar. Kemudian ia menghadap Rasulullah dengan membawa satu dinar uang dan satu ekor kambing. Beliau lalu meminta penjelasan dan ia ceritakan kejadiannya maka beliau pun berdoa: Ya Allah berkatilah Urwah dalam bisnisnya.
Dan meraih keuntungan lebih dari yang diambil Urwah pun diperkenankan asalkan bebas dari praktik penipuan, penimbunan, kecurangan, kezhaliman, contoh kasusnya pernah dilakukan oleh Zubeir bin Awwam salah seorang dari sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Ia pernah membeli sebidang tanah di daerah Awali Madinah dengan harga 170.000 kemudian dijualnya dengan harga 1.600.000. ini artinya sembilan kali lipat dari harga belinya (Shahih al-Bukhari, nomor hadits 3129).
Namun begitu, Imam Al-Ghozali dalam Ihya Ulumuddin-nya (II/72) menganjurkan perilaku ihsan dalam berbisnis sebagai sumber keberkahan yakni mengambil keuntungan rasional yang lazim berlaku pada bisnis tersebut di tempat itu. Beliau juga menegaskan bahwa siapa pun yang qanaah (puas) dengan kadar keuntungan yang sedikit maka niscaya akan meningkat volume penjualannya. Selain itu dengan meningkatnya volume penjualan dengan frekuensi yang berulang-ulang (sering) maka justru akan mendapatkan margin keuntungan banyak, dan akan menimbulkan berkah.
Pantas kalau Ali ra. pernah berkeliling menginspeksi pasar Kufah dengan membawa tongkat pemukul seraya berkata, Wahai segenap pedagang, ambillah yang benar, niscaya kamu selamat. Jangan kamu tolak keuntungan yang sedikit, karena dengan menolaknya kamu akan terhalang untuk mendapatkan yang banyak.
Abdurrahman bin Auf pernah ditanya orang, apakah yang menyebabkan engkau kaya? Dia menjawab, karena tiga perkara: aku tidak pernah menolak keuntungan sama sekali. Tiada orang yang memesan binatang kepadaku, lalu aku lambatkan menjualnya, dan aku tidak pernah menjual dengan sistem kredit berbunga. Contoh kasusnya, Abdurrahman bin Auf pernah menjual 1000 ekor unta, tetapi ia tidak mengambil keuntungan melainkan hanya dari tali kendalinya. Lalu dijualnya setiap helai tali itu dengan harga 1 dirham, dengan demikian ia mendapatkan keuntungan 1000 dirham. Dan dari penjualan itu ia mendapatkan keuntungan 1000 dirham dalam sehari.
Itulah cermin orang mempraktekkan sabda Rasulullah saw bersabda: Semoga Allah merahmati orang yang toleran (gampang) ketika menjual, toleran ketika membeli, toleran ketika menunaikan kewajiban dan toleran ketika menuntut hak. (HR. Bukhari dari Jabir).
Itulah tuntunan Raslullah dalam bertransaksi dalam perniagaan dan mengambil keutungan yang halal sehingga kita tidak menjadi was was dalam bertransaksi.
Berikut juga kami kutip dari laman https://pengusahamuslim.com/3897-batasan-mengambil-keuntungan-dalam-islam.html  bagaimana batasan dalam mengambil keuntungan Berikut beberapa fatwa yang menjelaskan batasan mengambil keuntungan dalam berdagang,
Pertama, fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin,
Pertanyaan: ‘Apakah dalam berdagang ada batasan keuntungan? Dan bagaimana hukumnya pemerintah menetapkan harga?’
Jawaban beliau,
الربح ليس له حدّ ، فإنه مِن رِزق الله عز وجل ، والله تعالى قد يسوق الرزق الكثير للإنسان ، فأحيانا يربح الإنسان في العشرة مائة أو أكثر ؛ يكون قد اشترى الشيء بِزمن فيه الرخص ثم ترتفع الأسعار فيربح كثيرا ، كما أن الأمر كذلك يكون بالعكس ، قد يشتريها في زمن الغلاء وترخص رخصًا كثيرا ، فلا حدّ للربح الذي يجوز للإنسان أن يربحه.
Keutungan, tidak ada batasan tertentu. Karena itu termasuk rizki Allah. Terkadang Allah menggelontorkan banyak rizki kepada manusia.Sehinga kadang ada orang yang mendapatkan untung 100 atau lebih, hanya dengan modal 10. Dia membeli barang ketika harganya sangat murah, kemudian harga naik, sehingga dia bisa mendapat untung besar. Dan kadang terjadi sebaliknya, dia membeli barang ketika harga mahal, kemudian tiba-tiba harganya turun drastis. Karena itu, tidak ada batasan keuntungan yang boleh diambil seseorang.
Beliau melanjutkan,
نعم . لو كان هذا الإنسان هو الذي يختص بإيراد هذه السلع وتسويقها ورَبِح على الناس كثيرًا فإنه لا يَحِلّ له ذلك ؛ لأن هذا يُشبه بيع المضطر يعني البيع على المضطر ، لأن الناس إذا تعلَّقت حاجتهم بهذا الشيء ولم يكن موجودا الا عند شخص معين فإنه في حاجة للشراء منه وسوف يشتروا منه ولو زادت عليهم الأثمان ، ومثل هذا يجوز التسعير عليه ، وأن تتدخل الحكومة أو ولاة الأمر فيضربون له ربحًا مُناسبا لا يضره نقصه ، ويمنعونه من الربح الزائد الذي يَضرّ غيره
Jika ada orang yang memonopoli barang, hanya dia yang menjualnya, lalu dia mengambil keuntungan besar-besaran dari masyarakat, maka ini tidak halal baginya. Karena semacam ini sama dengan bai’ al-Mudhthor, artinya menjual barang kepada orang yang sangat membutuhkan. Karena ketika masyarakat sangat membutuhkan benda tertentu, sementara barang itu hanya ada pada satu orang, tentu mereka akan membeli darinya meskipun harganya sangat mahal. Dalam kasus ini, pemerintah bisa dilakukan pemaksaan harga, dan pemerintah berhak untuk turut campur, dan membatasi keuntungan yang sesuai baginya, yang tidak sampai merugikannya, dan dia dilarang untuk membuat keuntungan yang lebih, yang merugikan orang lain.
(Fatawa Islamiyah, 2/759).
Kedua, Fatwa Prof. Dr. Sulaiman Alu Isa (Guru besar di Universitas King Saud).
Pertanyaan: adakah batasan keuntungan yang ditetapkan dalam islam?
Jawaban:
فالجواب أنه لا مانع من زيادة السعر في سلعة ما لم تكن طعاماً فيدخل في الاحتكار المنهي عنه، لكن ينبغي ألا يخرج في زيادته عن السعر المعتاد فيدخل في الغبن الذي يكون للمشتري فيه الخيار بعد ثبوت البيع وقد حده بعض أهل العلم بالثلث؛ لقوله –صلى الله عليه وسلم- فيما رواه البخاري ومسلم:”الثلث والثلث كثير” وهذا كما أسلفت على رأي بعض أهل العلم.
Jawaban untuk kasus ini, tidak ada masalah dengan tambahan harga untuk suatu barang dagangan, selama bukan makanan, sehingga termasuk ihtikar (menimbun barang) yang hukumnya terlarang. Hanya saja, selayaknya tidak keluar dari harga normal, sehingga termasuk penipuan, yang menyebabkan pembeli memiliki hak pilih setelah jual beli. Sebagian ulama menetapkan batasannya adalah sepertiga. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, “Sepertiga, dan sepertiga itu sudah banyak.” Dan ini, seperti yang telah saya sebutkan, adalah pendapat sebagian ulama.
Beliau melanjutkan,
هذا ولا يظهر لي والعلم عند الله تعالى نسبة محددة للربح لا يجوز تجاوزها لأن الإنسان قد يشتري سلعة برخص فيبيعها بضعف ما اشتراها به أو ينتظر فيها حلول وقتها المناسب لها فيبيعها بربح كثير وقد روى البخاري (3641) وأبو داود في سننه (3384) عن عروة –رضي الله عنه- أن النبي –صلى الله عليه وسلم- أعطاه ديناراً ليشتري له به شاة فاشترى به شاتين فباع إحداهما بدينار فجاء بدينار وشاة فدعا له بالبركة في بيعه. وكان لو اشترى التراب لربح فيه. فهذا الحديث فيه أن عروة ربح الضعف، حيث باع إحدى الشاتين بدينار، وكان قد اشترى به شاتين فربح في نصف الدينار مثله، وقد أقره النبي –صلى الله عليه وسلم- على فعله ودعا له بالبركة، والله أعلم.
Namun menurut saya – Allahu a’lam – tidak ada batasan tertentu untuk harga, hingga tidak boleh dilampaui. Karena seseorang terkadang membeli barang dagangan sangat murah, kemudian dia jual dengan harga berkali lipat dari kulakannya, atau dia tunggu kesempatan yang cocok, lalu dia jual sehingga mendapatkan untuk besar. Diriwayatkan Bukhari (3641) dan Abu Daud dalam Sunannya (3384) dari Urwah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya 1 dinar untuk membeli seekor kambing. Namun oleh Urwah satu dinar itu digunakan untuk membeli 2 ekor kambing. Kemudian satu kambing dijual lagi dengan harga 1 dinar. Sehingga dia pulang dengan membawa 1 dinar dan seekor kambing. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan keberkahan untuknya. Andai Urwah ini menjual pasir, dia akan mendapat untung. Dalam hadis ini, Urwah mendapat untuk berlipat. Beliau menjual salah satu kambingnya dengan 1 dinar, padahal dia membeli dengan 1 dinar untuk 2 ekor kambing. Sehingga dia untuk satu kambing. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merestui perbuatan Urwah, bahkan mendoakannya dengan kebaikan. Allahu a’lam. (Fatawa wa Istisyarat Mauqi’ Islam al-Yaum, 3/2/1424 هـ).

Kesimpulan fatwa:
1.      Keuntungan adalah bagian dari rizki Allah, karena itu islam tidak membatasi keuntungan perdagangan.
2.      Boleh saja mengambil keuntungan dua kali lipat, sebagaimana disebutkan dalam hadis Urwah, selama memenuhi syarat.
3.      Syarat bolehnya mengambil keuntungan besar:
4.      Barang itu bukan kebutuhan pokok masyarakat
5.      Untungnya tidak berlebihan hingga termasuk penipuan
6.      Keuntungan itu tidak disebabkan karena usaha penimbunan (ihtikar), sehingga menyebabkan barang itu langka dan harganya menjadi mahal.
Semoga artikel ini menambah wawasan kita dalam berniaga khusunya dalam mengambil keuntungan dari sebuah transaksi sehingga harta kita terhindar dari harta haram dan riba didalamnya.

Sumber referensi:

Thursday 28 April 2016

BISNIS ONLINE SYARIAH

BISNIS merupakan salah satu dari sekian jalan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Artinya Allah SWT telah memberikan arahan bagi hamba- Nya untuk melakukan bisnis. Dalam Islam sendiri terdapat aturan maupun etika dalam melakukan bisnis. Kita sudah diberikan contoh riil oleh Rasulullah SAW.
Bagaimana beliau melakukan bisnis dengan cara berdagang. Bahkan hal tersebut telah dilakukannya dari kecil ketika diajak pamannya Abu Thalib untuk berdagang ke Syam. Ketika seorang saudagar wanita kaya, yakni Siti Khadijah ra mempercayai beliau untuk menjual dagangannya kepasar. Maka, Rasulullah SAW pun melaksanakannya dengan kejujuran dan kesungguhan.
Dalam pandangan Islam terdapat aturan ataupun etika yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mau melakukan bisnis apalagi dia adalah seorang mukmin. Seorang mukmin dalam berbisnis jangan sampai melakukan tindakan – tindakan yang bertentangan dengan syariat. Rasulullah SAW banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:
Pertama, bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah SAW sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani).
Kedua, dalam Islam tidak hanya mengejar keuntungan saja (profit oriented) tapi, juga harus memperhatikan sikap ta’awun (tolong menolong) diantara kita sebagai implikasi sosial bisnis.
Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad SAW sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi SAW bersabda:
“Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah.”
Dalam hadis riwayat Abu Dzar, Rasulullah SAW mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah SWT tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim).
Keempat, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu,” (QS. 4: 29).
Kelima, bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman,” (QS. al-Baqarah: 278).
Dan masih banyak lagi etika ataupun petunjuk bisnis dalam Islam. Semua yang disebutkan diatas harus benar -benar dilakukan agar apa yang kita lakukan mendapat ridho- Nya.
Selain kita berhubungan dengan manusia yang lain (hablum minannas) kita juga harus menjalin hubungan dengan Sang Khaliq (hablum minallah), sehingga dalam setiap tindakan kita merasa ada yang mengawasi yakni Allah SWT. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena bisnis dalam Islam tidak semata-mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas.
Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan sebab, bisnis yang merupakan simbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akhirat.
Artinya, jika orientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Allah SWT), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang dibisniskan (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat.
Jika sekiranya kaum muslimin mengetahui dan memahami apa saja yang harus ada pada pribadi pembisnis yang sesuai dengan dustur yang telah ada ( Al- Qur’an dan Al- hadits), maka niscaya akan tercipta suasana yang harmonis serta akan terjalin ukhuwwah Islamiyah diantara kita. Dan hanya kepada- Nya lah semua urusan dikembalikan. 
Kemajuan teknologi informasi telah memanjakan umat manusia. Berbagai hal yang dahulu seakan mustahil dilakukan, kini dengan mudah terlaksana. Dahulu, praktik perdagangan banyak dibatasi waktu, tempat, ruang, dan lainnya. Namun kini batasan-batasan itu dapat dilampaui. Keterbatasan ruang tidak lagi menjadi soal, sebagaimana perbedaan waktu tidak lagi menghambat Anda untuk menjalankan berbagai perniagaan. Dengan demikian, secara logis kapasitas perniagaan Anda dan juga hasilnya semakin berlipat ganda.

Di antara kemajuan teknologi informatika yang banyak membantu perdagangan ialah internet. Dengan memanfaatkan jaringan online, Anda dapat memasarkan barang sebanyak mungkin, dan mendapatkan konsumen sebanyak mungkin pula.
Walau demikian, bukan berarti Anda bebas menjalankan perniagaan sesuka hati. Berbagai batasan yang berlaku dalam syariat tetap harus Anda indahkan, agar perniagaan online Anda sejalan dengan syariat Allah ‘Azza wa Jalla. Karena itu, saya mengajak Anda untuk mengenal berbagai batasan dalam berniaga secara online.


Pertama, Produk Anda Halal
Kewajiban menjaga hukum halal-haram dalam objek perniagaan tetap berlaku, termasuk dalam perniagaan secara online, mengingat Islam mengharamkan hasil perniagaan barang atau layanan jasa yang haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadis: “Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (HR Ahmad, dan lainnya).
Boleh jadi ketika berniaga secara online, rasa sungkan atau segan kepada orang lain sirna atau berkurang. Tapi Anda pasti menyadari bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tetap mencatat halal atau haram perniagaan Anda.
Kedua, Kejelasan Status Anda
Di antara poin penting yang harus Anda perhatikan dalam setiap perniagaan adalah kejelasan status Anda. Apakah sebagai pemilik, atau paling kurang sebagai perwakilan dari pemilik barang, sehingga berwenang menjual barang. Ataukah Anda hanya menawaran jasa pengadaan barang, dan atas jasa ini Anda mensyaratkan imbalan tertentu. Ataukah sekadar seorang pedagang yang tidak memiliki barang namun bisa mendatangkan barang yang Anda tawarkan.
Berikut ini saya sarikan hukum berdagang secara online pada masing-masing kemungkinan kasus di atas.
1. Sebagai pemilik barang atau perwakilannya (agen/distributor resmi).
Secara prinsip, pada posisi ini, Anda boleh menjual barang secara offline atau online, sebagaimana Anda juga dibenarkan untuk menjualnya secara tunai atau secara kredit dengan harga yang Anda tentukan atau sesuai kesepakatan.
2. Sebagai pemberi layanan pengadaan barang.
Karena Anda memiliki relasi yang luas atau kemampuan pengadaan barang yang memadai, mungkin Anda menawarkan jasa ke orang lain untuk pengadaan barang yang mereka butuhkan. Dan bila alternatif ini yang Anda jalankan, dan atasnya Anda meminta imbalan, secara prinsip imbalan tersebut halal, asalkan nominalnya jelas dan disepakati pada sejak awal akad. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kaum Muslimin senantiasa memenuhi persyaratan mereka.”  (HR.  Abu Dawud, Hakim, Baihaqi, dan lainnya)
Misal, Anda menjadi supplier restoran tertentu untuk kebutuhan barang tertentu. Anda berhak mendapat upah dari restoran tersebut.
3. Sebagai pedagang yang tidak memiliki barang dan juga bukan sebagai perwakilan.
Bila yang Anda lakukan hanya sebatas memasang gambar barang atau kriteria barang, dan bukan sebagai pemilik atau perwakilannya, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi:
a. Anda mensyaratkan pembayaran secara tunai kepada setiap calon pembeli. Dengan demikian, calon pembeli melakukan pembayaran lunas tanpa ada yang terutang sedikit pun atas setiap barang yang ia pesan. Dengan metode ini Anda melakukan perniagaan dengan skema akad salam. Metode ini dibenarkan secara syariat walaupun pada saat transaksi Anda tidak memiliki barang. Dan syaratnya sekali lagi, Anda harus menerima uang dari pembeli secara tunai.
Muhammad bin Abil Mujalid mengisahkan: “Pada suatu hari aku diutus oleh Abdullah bin Syaddad dan Abu Burdah untuk bertanya kepada sahabat Abdullah bin Aufa. Mereka berdua berpesan: bertanyalah kepadanya, apakah dahulu sahabat Nabi semasa hidup Nabi memesan gandum dengan pembayaran lunas di muka? Ketika sahabat Abdullah ditanya demikian, beliau menjawab: Dahulu kami memesan gandum, sya’ir (satu jenis gandum dengan mutu rendah), dan minyak zaitun dalam takaran, dan tempo penyerahan yang disepakati dari para pedagang Negeri Syam. Muhammad bin Abil Mujalid kembali bertanya: Apakah kalian memesan langsung dari para pemilik ladang? Abdullah bin Aufa kembali menjawab: Kami tidak bertanya kepada mereka, tentang hal itu.” (HR. Al-Bukhari)
b. Anda tidak menerima pembayaran tunai atau hanya menerima uang muka.
Salah satu cirikhas perniagaan secara online adalah barang yang menjadi objek transaksi hanya bisa serah terima selang beberapa waktu. serah terima secara fisik barang secara langsung dalam jual beli online adalah suatu hal yang mustahil dapat dilakukan. Dalam kondisi ini, dalam melakukan transaksi sama-sama terutang. Sementara secara hokum transaksi ini termasuk transaksi bermasalah.
Imam Ahmad bin Hambal berkata :”Tidak ada hadis sahih satupun tentang larangan menjual piutang dengan piutang,akan tetapi kesepakatan ulama telah bulat bahwa tidak boleh memperjualbelikan piutang dengan piutang.” Ungkapan senada juga diutarakan oleh Ibnul Munzir (at-Talkhis al Habir oleh Ibnu Hajar al-Asqalany 3:406 dan Irwa’ul Ghalil oleh al-Albani 5:220-222) landasan yang lain tentang transaksi salam adalah
“ Hai orang-orang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secar tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (QS. Al Baqarah:282)
 “ Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)
Karena itu agar anda tidak terjerumus dalam akad jual-beli utang,maka lawan transaksi harus melakukan pembayaran secara tunai,shingga sekema jual beli yang anda lakukan menjadi transaksi salam. Apa itu transaksi salam ?
Transaksi salam adalah pembelian barang dengan penyerahan (dilevery) yang ditangguhkan sedangkan dengan pembayaran dilakukan diawal dengan syarat-syarat tertentu sebagai berikut
  • Spesifikasi dan harga barang telah disepakati diawal akad (transaksi jual beli online)
  • Telah disepakatinya barang pesanan oleh penjual dan pembeli,harus diketahui secara jelas jenis,macam,kualitas dan kuantitas barang yang diperjualbelikan secara online. Bila barang yang diperjualbelikan ternyata cacat maka penjual harus bertangung jawab penuh terhadap barang yang telah disepakati bersama
  • Ketentuan tentang pembayaran
1.  Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentknya, baik berupa uang, barang atau manfaat.
2.  Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3.  Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

·         Ketentuan tentang barang
1.   Harus jelas cirri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang
2.   Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3.   Penyerahannya dialakukan kemudian.
4.   Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5.   Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6.   Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
Ketiga,adalah kejujuran
Berniaga secara online walaupun memilikibanyak keunggulan dan kemudahan namun mukan berarti tanpa masalah. Berbagai masalah dapat saja muncul terutama tingkat amanah kedua belah pihak. Jadi diperlukan sikap jujur dari keua belah pihak

Daftar pustaka
https://konsultasisyariah.com/13756-halal-haram-bisnis-online.html
https://senyummu13.wordpress.com/2012/03/26/akuntansi-transaksi-salam/