Friday 12 February 2016

Persaingan usaha makanan halal


Persaingan usaha adalah hal yang pasti ada di dalam dunia usaha, apalagi di zaman globalisasi seperti sekarang ini, dunia usaha seolah-olah tidak lagi memiliki batas apapun, semua dapat bersaing dan persaingan usaha akan semakin ketat. Ditambah lagi sekarang ini kita sedang menghadapi era perdagangan bebas, yang kemungkinan adanya persaingan-persaingan liar yang menghalalkan segala macam cara hanya untuk mencapai tujuannya. Tapi, bagaimanakah pandangan Islam mengenai persaingan usaha? 

Dalam Islam, telah diatur tata cara berhubungan antar manusia, hubungannya dengan Allah, aturan main yang berhubungan dengan hukum (halal-haram) dalam setiap aspek kehidupan termasuk aktivitas usaha/bisnis agar seorang muslim dapat selalu menjaga perilakunya dan tidak terjerumus ke dalam kesesatan. Adapun sifat atau karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pebisnis sesuai ajaran Islam adalah memiliki sifat takwa dan tawakal kepada Allah SWT, jujur dan adil dalam menghadapi persaingan, bersedekah untuk kebaikan serta menjalin silaturahmi agar dapat mempererat ikatan persaudaraan.

Dengan karakter tersebut, maka seorang muslim akan lebih mendekatkan diri kepada Allah dan tidak hanya memikirkan urusan dunia tetapi juga untuk urusan akhirat. Telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits bagaimana cara menghadapi persaingan yang sehat sesuai ajaran Islam sehingga tidak merugikan pihak lain. Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW tentang bagaimana bersaing dengan baik. Ketika berdagang Rasul tidak pernah melakukan usaha yang membuat usaha pesaingnya hancur, walaupun tidak berarti gaya berdagang Rasul seadanya tanpa memperhatikan daya saingnya tetapi beliau memberikan pelayanan sebaik-baiknya dan selalu bersikap jujur, termasuk jika ada kecacatan pada barangnya. Secara alami hal-hal seperti ini ternyata dapat meningkatkan kualitas penjualan dan menarik para pembeli tanpa menghancurkan pedagang lainnya. Hendaknya kaum muslimin tetap berusaha keras sebaik mungkin dengan penuh tawakal kepada Allah SWT. Adapun untuk hasil kerja keras tersebut diserahkan kepada kehendak Allah dan kita harus ikhlas menerimanya. Sebagaimana firman-Nya : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata. Lalu diberitakannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. 9: 105).
 Apalagi persaingan usaha dalam hal makanan halal prospeknya tentu akan baik sekali dikarenakan makanan halal merupakan makanan yang dianjurkan dalam islam baik dilihat dari segi manfaat maupun dari segi agama. Apa sih makanan halal itu?

Mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (thayib) merupakan perintah Allah
SWT yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang beriman. Perintah ini
dapat disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah.

Dengan demikian, mengkonsumsi makanan halal dengan dilandasi iman dan taqwa
karena mengikuti perintah Allah SWT merupakan ibadah yang mendatangkan pahala
dan memberikan kebaikan dunia dan akhirat. Sebaliknya, mengkonsumsi yang
haram merupakan perbuatan maksiat yang mendatangkan dosa dan keburukan
baik dunia maupun akhirat.

Di dalam Al-Qur’an telah ditegaskan bahwa makanan dan minuman yang diharamkan
adalah:
1. Bangkai
2. Darah
3. Babi
4. Binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah SWT
5. Khamr atau minuman yang memabukkan

Sebenarnya apa yang diharamkan Allah SWT untuk dimakan jumlahnya sangat
sedikit. Selebihnya, apa yang ada di muka bumi ini pada dasarnya adalah halal,
kecuali yang dilarang secara tegas dalam Al Qur’an dan Hadits. Namun perkembangan
teknologi telah menciptakan aneka produk olahan yang kehalalannya diragukan.
Banyak dari bahan-bahan haram tersebut yang dimanfaatkan sebagai bahan
baku, bahan tambahan atau bahan penolong pada berbagai produk olahan, karena dianggap lebih ekonomis.

Akibatnya kehalalan dan keharaman sebuah produk seringkali tidak jelas karena
bercampur aduk dengan bahan yang diragukan kehalalannya. Hal ini menyebabkan berbagai macam produk olahan menjadi syubhat dalam arti meragukan dan tidak jelas status kehalalannya.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
menyimpulkan bahwa semua produk olahan pada dasarnya adalah syubhat. Oleh
karena itu diperlukan kajian dan penelaahan sebelum menetapkan status halalharamnya suatu produk. Hal ini dilakukan untuk menenteramkan batin umat Islam dalam mengkonsumsi suatu produk.

“Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS. al-Baqarah [2]: 168).

 “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu memakan hewan) yang disembelih
untuk berhala...” (QS. al-Ma’idah [5]: 3).

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barang
siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya
dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya

Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS. al-Baqarah [2]: 173).

Daftar Pustaka:
http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/go_to_section/14/39/page/1