Kewirausahaan
dan Perdagangan dalam pandangan islam merupakan aspek kehidupan yang
dikelompokkan kedalam masalah mu’amalah, yaitu masalah yang berkenaan dengan
hubungan yang bersifat horizontal antar manusia dan tetap akan di
pertanggungjawabkan kelak di akhirat. Manusia diperintahkan untuk memakmurkan
bumi dan membawanya ke arah yang lebih baik serta diperintahkan untuk berusaha
mencari rizki.   Semangat kewirausahaan diantaranya terdapat dalam
QS. Hud:61, QS.Al-Mulk:15 dan QS.Al-Jumuh:10, dimana manusia diperintahkan untuk
memakmurkan bumi dan membawanya ke arah yang lebih baik serta diperintahkan
untuk berusaha mencari rizki. 
Semangat
kewirausahaan terdapat dalam Al-Qur’an yang akan di uraikan sebagai berikut,
QS.Hud:61, yang artinya :
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan
kamu Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. shaleh berkata: “Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya,
karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya
Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).”
QS.Al-Mulk:15,
yang artinya :
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan
hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.“
QS.
Al-Jummuah 10 yang artinya : 
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung.”
QS.
Al-Baqarah: 275 yang artinya : 
“…Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba“.
Konsep
kewirausahaan telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, jauh sebelum beliau
menjadi Rasul. Rosulullah telah memulai bisnis kecil-kecilan pada usia kurang
dari 12 tahun dengan cara membeli barang dari suatu pasar, kemudian menjualnya
kepada orang lain untuk mendapatkan keuntungan agar dapat meringankan beban
pamannya. Bersama pamannya, Rosulullah melakukan perjalanan dagang ke Syiria.
Bisnis Rosulullah terus berkembang sampai kemudai Khadijah menawarkan kemitraan
bisnis dengan sistem profit sharing. Selama bermitra dengan
Khadijah, Rosulullah telah melakukan perjalanan ke pusat bisnis di Hbasyah,
Syiria dan Jorash (Ermawati, n.d.).
Islam
sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan wirausaha. Banyak ditemukan ayat
atau hadits yang mendorong umat Islam untuk berwirausaha, misalnya keutamaan
berdagang seperti disebutkan dalam hadits yang artinya: “Perhatikan olehmu
sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada 9 dari 10 pintu
rizki (HR. Ahmad). Kemudian Pernah Nabi ditanya Oleh para sahabat:
”pekerjaan apa yang paling baik ya Rasulullah ?”beliau menjawab “Seorang
bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih.”(HR. Al
Bazzar). Oleh karena itu, “..apabila shalat telah ditunaikan maka
bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia (rizki) Allah” (QS.
al-Jumu’ah: 10).
Perjalanan
bisnis Rosulullah selama bertahun-tahun memberikan hikmah tentang bagaimana
unsur-unsur manajemen usaha Rosulullah SAW. Bahkan dalam aktifitas
penggembalaan kambing yang dilakukan oleh Rosulullah terdapat nilai-nilai luhur
yang terkandung yaitu: pendidikan rohani, latihan merasakan kasih sayang kepada
kaum lemah, serta kemampuan mengendalikan pekerjaan berat dan besar. Antonio
(2007) mengungkapkan hikmah dari kegiatan menggembala kambing terhadap
unsur-unsur manajemen adalah sebagai berikut:
1. Pathfinding (mencari)
Mencari padang gembalaan yang subur, 
2. Directing (mengarahkan)
Mencari padang gembalaan yang subur, 
3. Controlling (mengawasi)
kambing Agar tidak tersesat atau terpisah dari kelompok, 
4. Protecting (melindungi)
kambing gembalaan Dari hewan pemangsa dan pencuri, 
5. Reflecting (perenungan)
Alam, manusia dan Tuhan
Trim (2009) mengungkapkan bahwa kredibilitas dan kapabilitas Nabi Muhammad SAW terdapat dalam empat karakter unggulnya, yaitu FAST (Fathonah, Amanah, Shiddiq dan Tabligh) ditambah faktor I, yaitu Istiqomah. Sifat Fathonah (cerdas) dalam diri Nabi Muhammad SAW dituliskan oleh Roziah Sidik, seorang penulis asal Malaysia menyebutkan bahwa Rosulullah adalah seorang jenius dengan bukti kepakaran sebagai 1)ahli politik; 2)ahli strategi peran; 3) ahli diplomasi; 4) ahli hubungan antar kaum; 5) ahli strategi; 6) negarawan; 7) pengambil keputusan; 8) ahli perlembagaan; 9) ahli pembangunan SDM; 10) ahli pembangunan masyarakat; 11) ahli tata keluarga; 12) ahli dakwah.
Sifat
amanah (komitmen) tercermin dalam sikap Rosulullah yang senantiasa menggunakan
akad, kesepakatan atau perjanjian bisnis dengan sistem kesepakatan bersama.
Seseorang dianggap melalaikan komitmen apabila tidak melaksanakan hal-hal yang
telah disepakati bersama. Rosulullah SAW bersabda : “Allah Azza wa jalla
berfirman: “Aku adalah pihak ketiga dari kedua belah pihak yang berserikat
selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati temannya. Jika salah satu
dari keduanya telah mengkhianati temannya, Aku terlepas dari keduanya.” (HR
Abu Dawud).
Sifat
Shiddiq (benar dan jujur) dapat tercermin dari beberapa sikap Rosulullah.
Pertama, Rosulullah bersikap baik dan jujur kepada perusahaan atau pemegang
saham. Terbukti, setelah membantu bisnis pamannya, Rosulullah mampu mengelola
bisnis Khadijah ra dengan baik. Kedua, Rosulullah bersikap baik dan jujur
kepada pegawai. Rosulullah pernah menasehati untuk membayar upah seorang
pegawai sebelum keringatnya kering. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan
tidak boleh menunda-nunda hak seorang pegawai apabila perusahaan sedang tidak
mengalami kesulitan untuk membayar gaji tersebut.
Sifat
Tabligh (Komunikatif). Sifat Rosulullah untuk senantiasa bersikap tabligh
sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa ayat 9 yaitu : “ ………oleh
karena itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah SWT dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar”. Terakhir adalah sifat Istiqomah
(keteguhan hati yang konsisten). Rosulullah senantiasa istiqomah dalam
menjalankan nilai-nilai bisnis Islam (FAST) untuk dapat menjaga kepercayaan
bisnis dari orang lain. 
Seorang  wirausaha 
harus  dapat  menumbuhkan 
etos  kerja  secara 
Islami  karena pekerjaan  yang 
ditekuninya  bernilai  ibadah. 
Hasil  yang  diperoleh 
dari  pekerjaannya  juga dapat digunakan untuk kepentingan
ibadah, termasuk menghidupi ekonomi keluarga. Oleh karena itu, seorang
wirausaha harus selektif dalam memilih suatu kegiatan usaha ataupun suatu
pekerjaan, dan menumbuhkan etos kerja yang Islami menjadi suatu keharusan.
Tanpa itu, seorang wirausaha hanya bisa mendapat nilai materi yang secara
kuantitas yang hanya menjanjikan kepuasan semu. Padahal nilai spiritual yang
berkualitas berupa "berkah" sangat penting untuk kehidupan, bahkan
lebih penting dari segala-segalanya. Agar kita terhindar dari hal-hal tersebut
di atas, maka kita perlu menumbuhkan etos kerja secara Islami. Adapun etos
kerja tersebut adalah:
a)      Niat ikhlas karena Allah semata
Islam
menetapkan betapa pentingnya keikhlasan niat dan perilaku dalam setiap langkah kehidupan.
Karena nilai pekerjaan kita bisa menjadi ibadah atau tidak sangat bergantung pada  niat 
untuk  apa  kita 
melaksanakan  sesuatu.  Niat 
hanya  karena  Allah, 
akan menyadarkan  kita bahwa:  sesungguhnya 
Allah  SWT,  memantau 
segala  aktifitas  yang kita 
kerjakan,  segala  yang 
kita  peroleh  wajib 
disyukuri,  rezeki  harus 
digunakan  dan dibelanjakan pada
jalan yang benar, dan menyadari apa saja yang kita peroleh pasti ada pertanggungjawaban
kepada Allah SWT Kode etik tersebut mengakibatkan kerja lebih efisien juga
tingkat produktifitas lebih tinggi. Keikhlasan juga mengurangi manipulasi atau  eksploitasi 
orang  lain  untuk 
alasan-alasan  individu.  Kesadaran-kesadaran  di 
atas akan  terus  membimbing 
kita,  sekaligus  mencegah 
perbuatan  curang  dan 
culas  dalam mencari rezeki.
b)      Kerja keras (al-jiddu fi al- 'amal)
Orang  sering 
menghalalkan  segala  cara 
agar  cepat  menjadi 
kaya,  karena  sudah 
tidak tahan  merasakan  kemiskinan. 
Perbuatan  tersebut  tidak 
dibenarkan  oleh  agama 
Islam. Islam  memerintahkan  kita 
agar  bekerja  keras. 
Maksudnya,  bekerja  dengan 
sungguh-sungguh, sepenuh hati, jujur dan mencari rezeki yang halal
dengan cara-cara yang halal pula. Karena yang demikian itu dapat dikategorikan
sebagai perbuatan ibadah (jihad). Orang yang bekerja keras dikelompokkan
sebagai mujahid di jalan Allah selama sesuai dengan  ketentuan 
syariat  Islam  dan 
motivasi  utama  dia 
bekerja  keras  adalah 
karena melaksanakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.
c)      Memiliki cita-cita yang tinggi
(al-himmah al- 'aliyah)
            Manusia jangan puas hanya menjadi
bawahan seumur hidup, manusia harus berusaha menjadi pemilik usaha untuk
masa-masa tertentu. Kalau sekarang kita ke sana-kemari mencari pekerjaan,
tetapi di suatu masa nanti kita akan membuka dan memberi peluang orang lain
bekerja di tempat kita. Inilah cita-cita yang tinggi untuk ditanamkan dalam benak
kita sejak awal mulai bekerja. Semua manusia mempunyai potensi dan peluang yang
sama untuk keluar sebagai pemenang. Berdasarkan paparan tersebut, maka seorang
wirausaha harus selektif dalam memilih suatu 
kegiatan  usaha  ataupun 
suatu  pekerjaan,  dan 
menumbuhkan  etos  kerja 
yang  Islami menjadi  suatu 
keharusan.  Tanpa itu,  seorang wirausaha hanya bisa mendapat  nilai 
materi yang  secara  kuantitas 
hanya  menjanjikan  kepuasan 
semu.  Padahal  nilai 
spiritual  yang berkualitas  berupa 
"berkah"  sangat  penting 
untuk  kehidupan,  bahkan 
lebih  penting  dari segala-galanya. Sesuai dengan fitrahnya,
setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan  hidupnya. 
 
            Dengan  demikian, 
manusia  akan  selalu 
berusaha  memeroleh  harta kekayaan itu. Salah satunya melalui
bekerja, sedangkan salah satu dari ragam bekerja adalah berwirausaha.  Bekerja 
dan  berusaha,  termasuk 
berwirausaha  boleh  dikatakan 
merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia karena
keberadaannya sebagai khalifah-fil-ardh. Dalam pandangan Islam, bekerja
merupakan suatu tugas mulia yang akan membawa diri  seseorang 
pada  posisi  terhormat, 
bernilai,  baik  di 
mata  Allah  SWT 
maupun  di  mata kaumnya. Oleh sebab itulah, Islam
menegaskan bahwa bekerja merupakan sebuah kewajiban yang setingkat dengan
ibadah. Orang yang bekerja akan mendapat pahala sebagaimana orang beribadah.
Sedangkan dalam pandangan Allah SWT, seorang pekerja keras (di jalan yang diridhai
Allah tentunya) lebih baik dari orang yang hanya melakukan ibadah (berdo'a saja
misalnya), tanpa mau bekerja dan berusaha, sehingga hidupnya melarat penuh
kemiskinan. 
            Bagi   setiap  
kaum   muslim,   bekerja  
memang   merupakan   ibadah  
yang   wajib dilaksanakan selama
hidupnya. Namun demikian, tidak berarti segala jenis pekerjaan di dunia ini,  boleh 
dilakukan  oleh  kaum 
muslim.  Ada  beberapa 
jenis  pekerjaan  di 
dunia  ini  yang dilarang 
dikerjakan  oleh  setiap 
orang  yang  mengaku 
muslim.  
            Berbagai  pekerjaan 
yang dilarang  tersebut  pada 
pokoknya  ada  2 
(dua)  macam  yakni: 
Pertama,  pekerjaan  yang merusak. 
Setiap  muslim  dilarang 
melakukan  kegiatan  usaha 
dan  pekerjaan  yang 
sifatnya, akibatnya dan pengaruhnya hanya akan menimbulkan kerusakan
baik untuk dirinya sendiri, orang lain maupun umum dan atau lingkungannya. Oleh
sebab itu, seorang muslim dituntut untuk 
selalu  bersikap  selektif 
terhadap  setiap  pekerjaan 
yang  akan  dilakukannya. 
Suatu pekerjaan hanya boleh dilaksanakan, jika telah jelas halalnya.
Jika pekerjaan itu termasuk pekerjaan yang haram (walaupun sangat
menguntungkan) jika ia seorang muslim, maka wajib ia  menghindarinya.  Sementara 
apabila  seorang  muslim 
menghadapi  suatu  pekerjaan 
yang meragukan, belum jelas halal-haramnya dan atau antara halal dan
haramnya sama berat, maka ia  wajib  pula 
menghindari  pekerjaan  tersebut. Kedua,  pekerjaan 
mengemis  (meminta-minta). 
Pekerjaan
meminta-minta, mengemis dan atau menggantungkan hidup kepada orang lain adalah
tindakan dan perbuatan yang sangat tercela. Islam sama sekali tidak mengijinkan
kaum   muslim   melakukan  
perbuatan   tersebut,   bahkan  
Islam   melarang   keras  
umatnya melakukan   pekerjaan   meminta-minta,   hidup  
santai,   menganggur   dan  
atau   bermalas-malasan. Dari
paparan di atas, maka dapat diketahui bahwa disamping anjuran mencari rezeki, Islam
sangat menekankan (mewajibkan) aspek kehalalannya, baik dari sisi perolehan
maupun pendayagunaannya (pengelolaan dan pembelanjaan). 
Kewirausahaan
dalam Islam merupakan segala 
kegiatan/aktifitas  yang  dilakukan 
manusia  untuk  memenuhi 
kebutuhan  hidupnya dalam berbagai
bentuk yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan harta (barang/jasa) termasuk
profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan
halal dan haram). Seorang muslim yang profesional haruslah memiliki sifat amanah,
yakni terpercaya dan bertanggung jawab. Sikap amanah mutlak harus dimiliki
seorang wirausaha muslim, agar terhindar dari tindakan yang merugikan orang
lain. Sikap amanah bisa dimiliki jika kita selalu menyadari bahwa apa pun
aktifitas yang kita lakukan (termasuk pada saat bekerja) selalu diketahui  oleh 
Allah  SWT.  Sikap 
amanah  juga  merupakan 
refleksi  dari  akhlak 
mulia sehingga merupakan sesuatu yang semestinya menjadi pakaian
orang-orang yang beriman.
            Sebab, dengan sifat amanah,
seseorang akan merasa tenang dan aman untuk berhubungan, berinteraksi, dan
bermuamalah dalam mengisi kehidupan. Ada banyak faktor mengapa orang terdorong
bersikap tidak amanah. Salah satunya adalah keinginan untuk mendapatkan
keuntungan finansial (kekayaan) melalui cara-cara yang culas (suap, korupsi,
kolusi, manipulasi, dan sebagainya). Memang sangat mungkin diperoleh keuntungan
finansial yang luar biasa. Namun, bagi seorang muslim yang menyadari bahwa dia  akan 
diminta  pertanggungjawaban  oleh 
Allah  SWT  tentang 
hartanya,  dari  mana didapatkan  dan 
untuk  apa  digunakan, 
akan  terdorong  untuk 
menghindarkan  diri  dari memeroleh harta secara tidak sah. Dengan
kata lain, ia secara sadar akan berusaha keras agar kekayaan yang diperolehnya
selama ini benar-benar dari harta yang halal, bukan haram.  
Daftar Pustaka :
Al
Qur’an dan Terjemah. Depag 2009 Al Hadits
Antonio, Syafi’i. 2007. Muhammad saw: The Super Leader Super Manager. Jakarta: ProLM.
Trim, bambang. 2009. Briliant Enterpreneur Muhammad saw. Bandung: Salamadani.
Ermawati, tuti. n.d. Kewirausahaan dalam Islam. Pustaka LIPI E-Library http://www.pdii.lipi.go.id/repository/index.php/record/view/21185. di akses pada 17/03/2013
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2013/06/30/islamic-entrepreneurship-kewirausahaan-islam-569797.html
diakses :24-12-2014

Tidak ada komentar:
Posting Komentar