Kewirausahaan
Spirit “Muslim”
Salah satu Asmaul
Husna Allah SWT adalah Ar Razzaq (Yang Maha Pemberi Rizki). Kata rizq, menurut M. Dawam
Rahardjo dalam ulasan Ensiklopedisnya
tentang rizq, dengan segala variasinya, disebut Al-Qur’an sebanyak 112 kali dalam 41 surat. Digabungkan
dengan diktrin-doktrin Islam yang lain
(amal, ma’isyah, tijarah,
barakah, shadakah, sharikah, dan bahkan riba), konsep rizq berkaitan erat
dengan konsep “kerja keras” dan “tak
kenal menyerah”. Dialah Allah SWT yang
menentukan rizki bagi hambaNya. Jadi
rizki itu datang atau hilang, semuanya atas kehendaknya, bukan karena yang lainnya.
Maka dari itu,
sebenarnya tidak ada istilah kesialan
atau “bernasib sedang mujur” pada diri seseorang. Karena Dia memberi
rizki kepada siapa yang
dikehendaki atau mencabutnya
atas kehendak-Nya pula. Namun Allah SWT tidak begitu saja
memberikannya kepada hamba tanpa adanya
sebab yang mendatangkannya. Walaupun
secara asasi manusia
telah dijamin kehidupannya
oleh Allah SWT,
baik diminta atau tidak, muslim maupun kafir. Misalnya
jaminan tetap hidup dikala tertimpa
kelaparan, datangnya keselamatan dalam mara bahaya, kecuali takdir menetukan lain. Dalam menerima
kenikmatan (rizki) ini, manusia diwajibkan bersyukur kepada-Nya,
namun jika ingkar,
maka azab-Nya itu sangat pedih
(QS. Ibrahim, 14: 7).
Islam
telah memberikan jalan
untuk membuka pintu-pintu
rizki itu, yakni
dengan memupuk sifat,
ciri, dan watak
yang harus dimiliki seseorang
mulim untuk diwujudkannya dari
gagasan inovatif ke dalam
dunia nyata secara
kreatif atau lebih dikenal “mutiara
kegiatan kewirausahaan” (entrepreneurship). Semangat
kerja keras ini
banyak dikutip dalam pepatah
pribahasa Arab yang mengatakan bahwa “langit tidak menurunkan emas dan perak” (inna assama’
la tumtiru dhahaban wa la fidhatan). Demikian juga dalam pesan Rasulullah s.a.w.; “…..Bekerjalah bagi
duniamu seakan-akan kamu
akan hidup abadi….” Rasullullah s.a.w.
di tengah kesempatan
lain telah menjelaskan dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh
Thabrani, yakni: “Sesungguhnya
Allah SWT telah
mewajibkan kalian berusaha (melakukan
kegiatan entrepreneurship: dari
penulis), maka hendaklah kalian berusaha.” (HR.Thabrani) Kewirausahaan dalam
ajaran Islam adalah
suatu kemampuan (ability) dalam
berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar,
sumberdaya, tenaga penggerak,
tujuan siasat, kiat,
dan proses dalam menghadapi tantangan hidup.
Dalam
ajaran Islam, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses
kegiatan kewirausahaan (entrepreneurship), antara lain:
Pertama,
Selalu berusaha. Menurut Murpy dan Peck dalam Buchari Alma,
guna mencapai sukses
dalam karir seseorang,
harus dimulai dengan kerja keras, setelah itu diikuti dengan
mencapai tujuan dengan orang lain,
penampilan yang baik, keyakinan diri, membuat keputusan, pendidikan,
dorongan ambisi, dan
pintar berkomunikasi. Sekecil apapun usaha harus tetap dilakukan, karena
tidak akan ada buah tanpa ada pohon yang
ditanam. Dalam hal ini yang terpenting bukanlah adanya pekerjaan tetap, tetapi tetap bekerja dan
berusaha.
Kita
bisa merenungkan firman Allah SWT ini, “Dia-lah Allah SWT
yang menjadikan bumi
itu mudah bagi
kamu, maka berjalanlah di
segala penjuru dan
makanlah sebagian dari
rizki-Nya. Dan hanya
kepada-Nyalah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan” (QS. Al
Mulk, 67: 15). Dengan aktivitas usaha tersebut, ada beberapa nilai hakiki
penting dari kewirausahaan, yaitu :
1. Percaya
diri Self Confidence Kepercayaan diri adalah sikap dalam keyakinan
seseorang dalam melaksanakan dan
menyelesaikan tugas-tugasnya. Kepercayaan diri berpengaruh pada gagasan,
karsa, inisiatif, kreativitas,
keberanian, ketekunan, semangat
kerja keras, kegairahan kerja.
2. Berorientasi pada
tugas dan proses ( Process Oriented). Berinisiatif adalah keinginan untuk selalu
mencari dan memulai dengan tekan yang kuat. Dalam kewirausahaan, peluang hanya
diperoleh apabila ada inisiatif.
3. Keberanian mengambil
resiko yang tergantung
pada; daya tarik
setiap alternatif; persediaan untuk rugi; kemungkinan relatif untuk
sukses atau gagal; kemampuan untuk mengambil resiko ditentukan oleh: (keyakinan
diri, kesediaan untuk menggunakan kemampuan,dan kemampuan untuk menilai
resiko).
4. Kepemimpinan (Leadership). Kepemimpinan kewirausahaan memiliki sifat-sifat
(kepeloporan, keteladanan, tampil berbeda, lebih menonjol, mampu berfikir
divergen dan konvergen serta berorientasi ke masa depan; adalah perspektif,
selalu mencari peluang, tidak cepat puas dengan keberhasilan dan berpandangan
jauh ke depan).
5. Keorisinilan kreativitas dan
keinovasian; kreativitas adalah
kemampuan untuk berpikir
yang baru dan
berbeda, keinovasian adalah
kemampuan untuk bertindak yang baru dan berbeda. Tujuh langkah berpikir kreatif
adalah :
a) Persiapan (preparation). Persiapan
menyangkut kesiapan kita untuk
berpikir kreatif. Persiapan
berpikir kreatif dilakukan dalam bentuk
pendidikan formal, pengalaman,
magang, dan pengalaman belajar
lainnya.
b) Penyelidikan (investigation). Dalam
penyelidikan diperlukan individu
yang dapat mengembangkan suatu pemahaman tentang masalah atau keputusan.
c) Transformasi ( (transformation). Ada
beberapa cara untuk meningkatkan kemampuan untuk
mentransformasi informasi ke dalam ide-ide, yaitu:
1. Evaluasi
bagian-bagian situasi beberapa saat;
2. Susun
kembali
unsur-unsur situasi itu;
3. Sebelum
melihat satu pendekatan khusus terhadap
situasi tertentu, ingat bahwa dengan beberapa pendekatan mungkin keberhasilan
akan dicapai;
4. Lawan
godaan yang membuat penilaian kita
tergesa-gesa dalam memecahkan persoalan atau peluang.
d) Penetasan (incubation). Untuk
mempertinggi fase inkubasi dalam proses
berpikir kreatif dapat
dilakukan dengan cara: menjauhkan diri dari situasi; sediakan
waktu untuk mengkhayal; rileks dan bermain
secara teratur; berkhayal
tentang masalah atau peluang.
e) Penerangan
(illumination).
Illuminasi akan muncul
pada tahapan inkubasi,
yaitu ketika ada
pemecahan spontan yang menyebabkan
adanya titik terang yang terus-menerus.
f) Pengujian
(verification). Menyangkut ketepatan ide-ide seakurat dan semanfaat mungkin.
g) Implementasi
(implementation). Mentransformasikan ide-ide ke dalam praktek bisnis.
Kedua, Bertakwa.
Hal ini berarti
takut kepada Allah
SWT, mengamalkan perintah-Nya serta menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya
sebagai upaya mendekatkan diri dengan Allah SWT. Sehingga rizki yang kita
terima menjadi berkah dan bukan musibah. Sesungguhnya banyak orang yang memiliki harta, jabatan, dan
kekuasaan, yang mereka anggap sebagai
rizki, akan tetapi
hidupnya justru dikuasai
oleh ketiganya itu dan
jauh dari rasa bahagia sampai akhir hayatnya. Maka dari itu, rizki tidak
selalu identik dengan
ketiganya. Tetapi sejauhmana
segala yang diperolehnya itu mampu menjadikan kebahagiaan
dunia akhirat. Dalam hal ini Allah SWT berfirman, “…..dan barang siapa yang
bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rizki yang datangnya tanpa
disangka-sangka “….” Dan
barang siapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya
Dia menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya” (QS. Ath Talaq, 65: 2-4).
Dalam
ayat yang lain Allah SWT berfirman: “Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan
berkah kepada mereka dari langit dan bumi; tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS.Al A’raf,7: 96).
Pengamalan
konsep ketakwaan di atas memiliki 8 (delapan) macam karakteristik dalam
kaitannya dengan kegiatan
kewirausahaan, antara lain:
- Desire for responsibility; memiliki rasa tanggungjawab atas usaha-usaha yang dilakukannya
- Preference for moderate risk; lebih memilih resiko yang moderat, selalu menghindari resiko
- Confidence in their ability to succes; percaya akan kemampuan dirinya untuk berhasil
- Desire for immediate feedback; selalu menghendaki umpan balik segera
- High level of energy; memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan
- Future orientation berorientasi ke masa depan, perspektif dan berwawasan jauh ke depan
- Skill at organizing memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan nilai tambah
- Value of achievement over wisdom; selalu menilai prestasi dengan sesuatu yang membawa kearifan.
Ketiga,
Banyak beristighfar (meminta ampunan kepada Allah SWT). Dengan beristighfar
berarti menyadari dosa
dan kesalahan ataupun kelalaian yang diperbuatnya. Rajin
beristighfar akan melunakkan kerasnya hati dan membersihkan jiwa, sehingga akan
menampilkan sikap berhati-hati dan penjagaan diri dari segala sifat-sifat
kotor. Maka kemudian akan hadir dalam diri manusia segala sifat baiknya; jujur,
amanah, santun, dan sebagainya. Rahasia apa
saja dibalik istighfar?
Wallahu a’lam, namun dampaknya sungguh
luar biasa, yaitu
mendekatkan diri kepada
Allah SWT, dengan manusia dan dengan harta serta meraih kebahagiaan.
Allah SWT berfirman,
“Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan
lebat, dan membanyakan
harta dan anak-anakmu,
dan mengadakan untukmu kebun-kebun
dan mengadakan (pula
di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (QS. Nuh, 71: 10-12).
Rasulullah
SAW juga menyatakan dalam sebuah hadits, “Barang
siapa yang membiasakan
istighfar, maka Allah
akan menjadikan padanya setiap
kegundahan menjadi kegembiraan, dan setiap kesempitan akan diberikan jalan
keluar, serta diberikan rizki yang datangya
tanpa disangka-sangka” (HR.
Abu Dawud, An
Nasai, Ibnu Majah, Baihaqi dan
Hakim).
Keempat, Bertawakal.
Berikhtiar sepenuh kemampuan
kemudian menyerahkan hasil usahanya
kepada Allah SWT,
diiringi dengan doa, harapan,
dan ketergantungan penuh
kepada-Nya. Sebab hanya
atas kehendak Nya-lah segala sesuatu dapat terjadi.
Dalam
Al-Qur’an, Allah SWT menyatakan, “Dan
barang siapa bertawakkal
kepada Allah, niscaya
Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya” (QS. Ath Thalaq, 65: 3).
Demikian
juga Rasulullah SAW menegaskan, “Jika
engkau semua bertawakkal
(berserah diri) kepada
Allah dengan
sebenar-benarnya, niscaya Allah akan
memberi rizki kepadamu sebagaimana burung
yang pada pagi-pagi
keluar dengan perut
kosong dan sore harinya
kembali dengan perut
kenyang” (HR. Ahmad
dan Tarmidzi).
Kelima, Berdo’a.
Doa akan menumbuhkan
harapan. Hanya orang yang
putus asa sajalah
yang tidak mau
berdoa. Padahal doa,
harapan ataupun cita-cita akan
mendorong seseorang menghasilkan
sesuatu. Doa adalah ruhnya ibadah. Berarti dengan rajin berdoa, maka
hidup ini akan terbingkai dengan ibadah. Allah SWT berfirman, “Berdoalah kepada-Ku (Allah), niscaya Aku akan
mengabulkannya” (QS. Al Mukmin, 40: 60).
Karena
rizki adalah urusan Allah SWT, maka selayaknya kita berdoa, bermunajat kepada
Nya agar kiranya Dia
berkenan melapangkan rizki kepada
kita. Rasulullah Saw juga sudah menegaskan dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Tarmidzi dan Hakim, “Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir
kecuali doa dan tiada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan.
Sesungguhnya seseorang diharamkan rizki baginya disebabkan dosa yang
diperbuatnya”. Hadits ini diperkuat oleh firman Allah SWT, “Allah melapangkan rizki kepada siapa siapa
saja yang dikehendaki Nya di antara
para hamba Nya.
Dan Dia (pula)
yang menyempatkan baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Ankabut: 62).
Keenam, Bermurah
hati dan gemar
berinfak. Apa saja
yang kita infakkan akan diganti
oleh Nya, bahkan dengan penggantian yang lebih, baik di dunia maupun di
akhirat. Tidak ada sejarah yang membuktikan bahwa infak akan membawa
kebangkrutan dan kesengsaraan. Sebaliknya sifat bakhil/kikir akan menghantarkan
kepada kerugian. Firman Allah SWT adalah
secara jelas mengisyaratkannya, “Dan apa
saja yang engkau
nafkahkan, maka Allah
akan menggantinya. Dan Dia-lah sebaik-baik pemberi rizki” (QS. Saba’ :
39). Rasulullah SAW juga menandaskan, “Tiada
suatu hari di
mana seorang hamba
hidup di dalamnya (kekuasaannya) kecuali turun
kepadanya dua malaikat. Maka berdoalah salah
satu malaikat: “Ya
Allah, berikanlah kecukupan
nafkah sebagai pengganti terhadap
apa yang ia infakan”. Sementara malaikat yang lain berdoa: “Ya
Allah, berikanlah kepadanya
penjagaan-Mu dari segala kerusakan” (HR. Bukhari-Muslim).
Ketujuh,
Bertahmid. Ungkapan syukur nikmat yang paling mudah adalah dengan
membaca hamdalah (alhamdulillahirabbil’alamin), namun akan menjadi
berat tatkala mengingkarinya. Orang yang gemar bersyukur akan
membuatnya lapang dada.
Sebaliknya orang yang mengingkari nikmat (kufur nikmat), maka
akan gemar menggerutu dan biasa berkeluh kesah.
Dari sinilah tampaknya
pintu rizki itu
menjadi tertutup, karena sudah terbiasa menutup dirinya sendiri dengan
keluh kesah yang tidak
berkesudahan itu. Hendaknya
ucapan hamdalah ini menjadi kebiasaan kita sehari-hari.
Cobalah kita renungkan, tatkala kita bertahmid dengan memahami segala keluasan
maknanya, beban yang menghimpit
kita akan terasa ringan, sesaknya dada akan terasa lapang, dan kita
terjaga dari rasa
takabur (sombong, congkak,
angkuh) yang menjadi pangkal
kebinasaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Suyanto,
Spirit Kewirausahaan “Muslim” Dalam
Upaya Membangun Kemandirian Umat . Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, Vol.2,
No.1, Juni 2013. (diakses dari internet
29/12/2014 jam 13.52)
Spirit Kewirausahaan “Muslim” Dalam Upaya Membangun Kemandirian Umat
Buchari
Alma, Kewirausahaan, (Bandung: CV. Alfabeta, 2006)
Dawam
Rahardjo, Ensiklopedi Al-qur’an:
Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-
Konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 1996.
Djatmiko
Danuhadimejo, Wiraswasta dan Pembangunan. Bandung: CV. Alfabeta, 1989.
Gain
Ascobat, Indikator Kualitas
Manusia dan Produktivitas. Jakarta: Majalah Prisma No. 9, 1994.
Geertz,
Clifford, Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1973.
Hasibuan,
Motivasi. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 1999.
Maslow,
Abraham H, Motivasi dan Kepribadian. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1984.
Modul
STIE, Kewirausahaan. Yogyakarta: Tim Modul STIE, 2002.
Mubyarto,
Etos Kerja dan Kohesi Sosial. Yogyakarta: P3PK UGM, 1992.
Nanih
Machendrawaty & Agus
A. Safei, Pengembangan
Masyarakat Islam: Dari
Ideologi, Strategi Sampai
Tradisi. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001.
Siti
Fatimah, Kewirausahaan Bernafaskan
Islam. Yogyakarta: Jurnal Fakultas Dakwah No. 05 Th. III, 2002.
Soerjono Soekanto,
Kamus Sosiologi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1993.
The
Liang Gie, Kamus Administrasi. Jakarta: Gunung Agung, 1973.
Utsman
Najati, Belajar EQ
dan SQ dari
Sunnah Nabi. Jakarta:
hikmah Press, 2002.
Weber, Max,
Etika Protestan dan
Semangat Kapitalisme, terj.
Yusuf Priyosudiharjo. Yogyakarta:
Pustaka Promotea, 2003.
Zimmerer
Thomas W, Scarborough Norman,
Enterpreneurship The New Venture
Formation. Prentice-Hall International, Inc., 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar