BISNIS merupakan salah
satu dari sekian jalan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Artinya Allah SWT
telah memberikan arahan bagi hamba- Nya untuk melakukan bisnis. Dalam Islam
sendiri terdapat aturan maupun etika dalam melakukan bisnis. Kita sudah
diberikan contoh riil oleh Rasulullah SAW.
Bagaimana beliau
melakukan bisnis dengan cara berdagang. Bahkan hal tersebut telah dilakukannya
dari kecil ketika diajak pamannya Abu Thalib untuk berdagang ke Syam. Ketika
seorang saudagar wanita kaya, yakni Siti Khadijah ra mempercayai beliau untuk
menjual dagangannya kepasar. Maka, Rasulullah SAW pun melaksanakannya dengan
kejujuran dan kesungguhan.
Dalam pandangan Islam
terdapat aturan ataupun etika yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mau
melakukan bisnis apalagi dia adalah seorang mukmin. Seorang mukmin dalam
berbisnis jangan sampai melakukan tindakan – tindakan yang bertentangan dengan
syariat. Rasulullah SAW banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di
antaranya ialah:
Pertama, bahwa prinsip
esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran
merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah SAW sangat
intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau
bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai
aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani).
Kedua, dalam Islam
tidak hanya mengejar keuntungan saja (profit oriented) tapi, juga harus
memperhatikan sikap ta’awun (tolong menolong) diantara kita sebagai implikasi
sosial bisnis.
Ketiga, tidak melakukan
sumpah palsu. Nabi Muhammad SAW sangat intens melarang para pelaku bisnis
melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis. Dalam sebuah hadis
riwayat Bukhari, Nabi SAW bersabda:
“Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual,
tetapi hasilnya tidak berkah.”
Dalam hadis riwayat
Abu Dzar, Rasulullah SAW mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang
bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah SWT tidak akan memperdulikannya nanti
di hari kiamat (H.R. Muslim).
Keempat, bisnis dilakukan
dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan cara yang bathil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku
dengan suka sama suka di antara kamu,” (QS. 4: 29).
Kelima, bahwa bisnis
yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika
kamu beriman,” (QS. al-Baqarah:
278).
Dan masih banyak lagi
etika ataupun petunjuk bisnis dalam Islam. Semua yang disebutkan diatas harus
benar -benar dilakukan agar apa yang kita lakukan mendapat ridho- Nya.
Selain kita
berhubungan dengan manusia yang lain (hablum minannas) kita juga harus menjalin
hubungan dengan Sang Khaliq (hablum minallah), sehingga dalam setiap tindakan
kita merasa ada yang mengawasi yakni Allah SWT. Keyakinan ini harus menjadi
bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena bisnis dalam
Islam tidak semata-mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang
jelas.
Dengan kerangka
pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan
penting dalam ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus
dipandang sebagai dua hal yang bertentangan sebab, bisnis yang merupakan simbol
dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang
bersifat investasi akhirat.
Artinya, jika
orientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan
merupakan totalitas kepatuhan kepada Allah SWT), maka bisnis dengan sendirinya
harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada
akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi
urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang dibisniskan
(diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat.
Jika sekiranya kaum
muslimin mengetahui dan memahami apa saja yang harus ada pada pribadi pembisnis
yang sesuai dengan dustur yang telah ada ( Al- Qur’an dan Al- hadits), maka niscaya
akan tercipta suasana yang harmonis serta akan terjalin ukhuwwah Islamiyah
diantara kita. Dan hanya kepada- Nya lah semua urusan dikembalikan.
Kemajuan teknologi informasi telah memanjakan
umat manusia. Berbagai hal yang dahulu seakan mustahil dilakukan, kini dengan
mudah terlaksana. Dahulu, praktik perdagangan banyak dibatasi waktu, tempat,
ruang, dan lainnya. Namun kini batasan-batasan itu dapat dilampaui.
Keterbatasan ruang tidak lagi menjadi soal, sebagaimana perbedaan waktu tidak
lagi menghambat Anda untuk menjalankan berbagai perniagaan. Dengan demikian,
secara logis kapasitas perniagaan Anda dan juga hasilnya semakin berlipat
ganda.
Di antara kemajuan teknologi informatika yang banyak membantu perdagangan ialah internet. Dengan memanfaatkan jaringan online, Anda dapat memasarkan barang sebanyak mungkin, dan mendapatkan konsumen sebanyak mungkin pula.
Di antara kemajuan teknologi informatika yang banyak membantu perdagangan ialah internet. Dengan memanfaatkan jaringan online, Anda dapat memasarkan barang sebanyak mungkin, dan mendapatkan konsumen sebanyak mungkin pula.
Walau demikian, bukan berarti Anda bebas
menjalankan perniagaan sesuka hati. Berbagai batasan yang berlaku dalam syariat
tetap harus Anda indahkan, agar perniagaan online Anda sejalan dengan syariat
Allah ‘Azza wa Jalla. Karena itu, saya mengajak Anda untuk mengenal
berbagai batasan dalam berniaga secara online.
Pertama, Produk Anda Halal
Kewajiban menjaga hukum halal-haram dalam
objek perniagaan tetap berlaku, termasuk dalam perniagaan secara online,
mengingat Islam mengharamkan hasil perniagaan barang atau layanan jasa yang
haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadis: “Sesungguhnya bila Allah telah
mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula
hasil penjualannya.” (HR Ahmad, dan lainnya).
Boleh jadi ketika berniaga secara online, rasa
sungkan atau segan kepada orang lain sirna atau berkurang. Tapi Anda pasti
menyadari bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tetap mencatat halal atau
haram perniagaan Anda.
Kedua, Kejelasan Status Anda
Di antara poin penting yang harus Anda
perhatikan dalam setiap perniagaan adalah kejelasan status Anda. Apakah sebagai
pemilik, atau paling kurang sebagai perwakilan dari pemilik barang, sehingga
berwenang menjual barang. Ataukah Anda hanya menawaran jasa pengadaan barang,
dan atas jasa ini Anda mensyaratkan imbalan tertentu. Ataukah sekadar seorang pedagang
yang tidak memiliki barang namun bisa mendatangkan barang yang Anda tawarkan.
Berikut ini saya sarikan hukum berdagang
secara online pada masing-masing kemungkinan kasus di atas.
1. Sebagai pemilik barang atau perwakilannya
(agen/distributor resmi).
Secara prinsip, pada posisi ini, Anda boleh
menjual barang secara offline atau online, sebagaimana Anda juga dibenarkan
untuk menjualnya secara tunai atau secara kredit dengan harga yang Anda
tentukan atau sesuai kesepakatan.
2. Sebagai pemberi layanan pengadaan barang.
Karena Anda memiliki relasi yang luas atau
kemampuan pengadaan barang yang memadai, mungkin Anda menawarkan jasa ke orang
lain untuk pengadaan barang yang mereka butuhkan. Dan bila alternatif ini yang
Anda jalankan, dan atasnya Anda meminta imbalan, secara prinsip imbalan
tersebut halal, asalkan nominalnya jelas dan disepakati pada sejak awal akad.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Kaum Muslimin senantiasa memenuhi persyaratan mereka.” (HR.
Abu Dawud, Hakim, Baihaqi, dan lainnya)
Misal, Anda menjadi supplier restoran tertentu
untuk kebutuhan barang tertentu. Anda berhak mendapat upah dari restoran
tersebut.
3. Sebagai pedagang yang tidak memiliki barang
dan juga bukan sebagai perwakilan.
Bila yang Anda lakukan hanya sebatas memasang
gambar barang atau kriteria barang, dan bukan sebagai pemilik atau
perwakilannya, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi:
a. Anda mensyaratkan pembayaran secara tunai
kepada setiap calon pembeli. Dengan demikian, calon pembeli melakukan
pembayaran lunas tanpa ada yang terutang sedikit pun atas setiap barang yang ia
pesan. Dengan metode ini Anda melakukan perniagaan dengan skema akad salam.
Metode ini dibenarkan secara syariat walaupun pada saat transaksi Anda tidak
memiliki barang. Dan syaratnya sekali lagi, Anda harus menerima uang dari
pembeli secara tunai.
Muhammad bin Abil Mujalid mengisahkan: “Pada
suatu hari aku diutus oleh Abdullah bin Syaddad dan Abu Burdah untuk bertanya
kepada sahabat Abdullah bin Aufa. Mereka berdua berpesan: bertanyalah
kepadanya, apakah dahulu sahabat Nabi semasa hidup Nabi memesan gandum dengan
pembayaran lunas di muka? Ketika sahabat Abdullah ditanya demikian, beliau
menjawab: Dahulu kami memesan gandum, sya’ir (satu jenis gandum dengan mutu
rendah), dan minyak zaitun dalam takaran, dan tempo penyerahan yang disepakati
dari para pedagang Negeri Syam. Muhammad bin Abil Mujalid kembali bertanya:
Apakah kalian memesan langsung dari para pemilik ladang? Abdullah bin Aufa
kembali menjawab: Kami tidak bertanya kepada mereka, tentang hal itu.” (HR.
Al-Bukhari)
b. Anda tidak menerima pembayaran tunai atau
hanya menerima uang muka.
Salah satu cirikhas perniagaan secara online
adalah barang yang menjadi objek transaksi hanya bisa serah terima selang
beberapa waktu. serah terima secara fisik barang secara langsung dalam jual
beli online adalah suatu hal yang mustahil dapat dilakukan. Dalam kondisi ini,
dalam melakukan transaksi sama-sama terutang. Sementara secara hokum transaksi
ini termasuk transaksi bermasalah.
Imam Ahmad bin Hambal berkata :”Tidak ada
hadis sahih satupun tentang larangan menjual piutang dengan piutang,akan tetapi
kesepakatan ulama telah bulat bahwa tidak boleh memperjualbelikan piutang
dengan piutang.” Ungkapan senada juga diutarakan oleh Ibnul Munzir (at-Talkhis al Habir oleh Ibnu Hajar al-Asqalany 3:406 dan Irwa’ul
Ghalil oleh al-Albani 5:220-222) landasan yang lain tentang transaksi salam
adalah
“ Hai
orang-orang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secar tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (QS. Al Baqarah:282)
“ Tiga hal yang didalamnya terdapat
keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu
Majah)
Karena itu agar anda tidak terjerumus dalam
akad jual-beli utang,maka lawan transaksi harus melakukan pembayaran secara
tunai,shingga sekema jual beli yang anda lakukan menjadi transaksi salam. Apa itu
transaksi salam ?
Transaksi salam adalah pembelian barang dengan
penyerahan (dilevery) yang
ditangguhkan sedangkan dengan pembayaran dilakukan diawal dengan syarat-syarat
tertentu sebagai berikut
- Spesifikasi
dan harga barang telah disepakati diawal akad (transaksi jual beli online)
- Telah disepakatinya
barang pesanan oleh penjual dan pembeli,harus diketahui secara jelas
jenis,macam,kualitas dan kuantitas barang yang diperjualbelikan secara
online. Bila barang yang diperjualbelikan ternyata cacat maka penjual
harus bertangung jawab penuh terhadap barang yang telah disepakati bersama
- Ketentuan tentang pembayaran
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentknya, baik berupa
uang, barang atau manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
·
Ketentuan
tentang barang
1.
Harus jelas cirri-cirinya dan
dapat diakui sebagai hutang
2.
Harus dapat dijelaskan
spesifikasinya.
3.
Penyerahannya dialakukan
kemudian.
4.
Waktu dan tempat penyerahan
barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5.
Pembeli tidak boleh menjual
barang sebelum menerimanya.
6.
Tidak boleh menukar barang,
kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
Ketiga,adalah
kejujuran
Berniaga secara online walaupun memilikibanyak
keunggulan dan kemudahan namun mukan berarti tanpa masalah. Berbagai masalah
dapat saja muncul terutama tingkat amanah kedua belah pihak. Jadi diperlukan
sikap jujur dari keua belah pihak
Daftar
pustaka
https://konsultasisyariah.com/13756-halal-haram-bisnis-online.html
https://senyummu13.wordpress.com/2012/03/26/akuntansi-transaksi-salam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar